Istana Jogja
Istana Kepresidenan Yogyakarta
terletak di ujung selatan Jalan Akhmad Yani (yang dahulu jalan
Malioboro); Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kotamadya
Yogyakarta. Kompleks ini dibangun di atas lahan seluas 43.585 meter
persegi, sejak didirikannya Istana Yogyakarta tidak banyak berubah. Di
halaman serambi depan tampak sebuah patung raksasa penjaga pintu
(dwarapala) setinggi dua meter. Selain itu, terdapat sebuah tugu Dagoba
(yang oleh orang Yogyakarta disebut Tugu Lilin) setinggi tiga setengah
meter, yang senantiasa menyalakan api semu di puncaknya. Tugu ini
terbuat dari batu andesit. Halaman belakang istana ditumbuhi oleh
pepohonan besar dan tinggi yang dedaunannnya amat lebat dan rindang
sehingga tampak seakan merindangi bangunan istana. Istana Kepresidenan
Yogyakarta dikenal juga dengan nama Gedung Agung atau Gedung Negara,
salah satu fungsi gedung utama istana, yaitu sebagai tempat penerimaan
tamu-tamu agung.
Istana Kepresidenan Dari Depan
Riwayat Istana Kepresidenan Yogyakarta bermula dari rumah kediaman resmi
Residen Ke-18 di Yogyakarta (1823 – 1825). Ia seorang Belanda bernama
Anthonie Hendriks Smissaert, yang sekaligus merupakan pemrakarsa
pembangunan Gedung Agung ini. Gedung ini didirikan pada bulan Mei 1824
oleh A. Payen yaitu arsitek yang ditunjuk oleh gubernur jenderal Hindia
Belanda. Pembangunan gedung ini sempat tertunda karena pecahnya Perang
Diponegoro (1825 – 1830) dan dilanjutkan setelah perang itu usai (1832).
Beberapa gubernur Belanda yang mendiami gedung tersebut adalah J.E.
Jesper (1926 – 1927); P.R.W. van Gesseler Verschuur (1929 – 1932); H.M.
de Kock (1932 – 1935); J. Bijlevel (1935 – 1940); serta L. Adam (1940 –
1942). Pada masa pendudukan Jepang, istana ini menjadi kediaman resmi
penguasa Jepang di Yogyakarta, yaitu Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Gdung Induk R. Garuda Pada tanggal 6
Januari 1946 Yogyakarta resmi menjadi ibu kota baru Republik Indonesia
setelah pemerintah Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke
Yogyakarta. Sejak saat itu Gedung Agung berubah menjadi Istana
Kepresidenan, rumah kediaman Presiden Soekarno, Presiden I RI beserta
keluarganya.
Pada tanggal 28 Desember 1949,
Presiden berpindah ke Jakarta, sehingga istana ini tidak lagi menjadi
tempat kediaman Presiden. Setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada
masa dinas Presiden II RI, sejak tanggal 17 April 1988, Istana
Kepresidenan Yogyakarta/Gedung Agung juga digunakan untuk
penyelenggaraan Upacara Parade Senja pada setiap tanggal 17, di samping
untuk Acara Perkenalan Taruna-taruna Akabri Udara yang Baru, dan
sekaligus Acara Perpisahan Para Perwira Muda yang Baru lulus dengan
Gubernur dan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahkan sejak 17
Agustus 1991, secara resmi Istana Kepresidenan Yogyakarta digunakan
sebagai tempat memperingati Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan untuk DI
Yogyakarta.
Istana Cipanas
Istana Kepresidenan Cipanas terletak
di Desa Cipanas, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, kaki Gunung Gede,
Jawa Barat dari sebuah bantunan yang didirikan pada tahun 1740 oleh
seorang tuan tanah asal Belanda bernama Van Heots, pada ketinggian 1.100
meter dari permukaan laut, di atas areal lebih kurang 26 hektar dengan
luas bangunan sekitar 7.760 meter persegi. Pada tahun 1916, masa
pemerintahan Hindia Belanda di bangun tiga bangunan dengan nama Paviliun
Yudistira, Paviliun Bima dan Paviliun Arjuna. Pada tahun 1954, di masa
Presiden I Republik Indonesia Ir. Soekarno, didirikan sebuah gedung
berhiasan batu bertentuk bentol.
Istana ini dibangun dengan keadaan
panorama alam yang asri, udaranya bersih, sejuk dengan berlatar belakang
Gunung Gede. Dalam areal hutan istana, hingga tahun 2001, menurut
Katalog yang disusun secara alfabetis terbitan Istana Kepresidenan
berkerja sama LIPI tercatat sebanyak 1.334 spesimen, 171 spesies, 132
marga, serta 61 suku. Selain dengan lingkungan yang asri istana ini juga
dialiri air panas. sebagai tempat peristirahatan dan persinggahan
Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, para kepala negara
tetangga yang berkunjung ke Indonesia. Pada tahun 1971, Ratu Yuliana
meluangkan waktunya untuk singgah.
Gedung Bentol
istcpnsbentol.jpgGedung Bentol
terletak di belakang Gedung Induk berada di lereng gunung, maka bangunan
ini berdiri lebih tinggi dari pada bangunan-bangunan yang ada,
merupakan produk dua arsitek anak bangsa,
RM.Soedarsono dan F. Silaban.
Sekelilingnya amat hening, sunyi dan sepi, suasana ini yang oleh
Presiden Soekarno, dipakai untuk menyusun berbagai rencana dan strategi
membawa bangsa ini yang dikorbarkannya dalam pidato kenegaraan, pada
setiap peringatan hari proklamasi.
Pemandian Air Panas Presiden
bagian belakang Gedung Induk, masih
terdapat bebarapa bangunan, namun yang paling besarperanannya terhadap
keberadaan Istana Kepresidenan
Cipanas adalah sumber air panas yang
mengandung mineral. Maslahatnya bagi kesegaran dan kebugaran raga memang
sanga alami, oleh karena itu, untuk menampung limpahan air dari sumber
alam tersebut didirikan dua buah bangunan pemandian, yaitu bangunan
dikhususkan untuk mandi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya,
dan yang satu lagi lebih besar diperuntukan rombongan yang menyertai
Presiden dan Wakil Presiden.
Istana Jakarta
Komplek Istana Kepresidenan Jakarta
terletak di Jl. Merdeka Utara, berdekatan dengan Taman Monumen Nasional
(Monas); di jantung ibu kota negara, di atas tanah seluas 6,8 hektar, di
ketinggian lebih kurang 5 meter dari permukaan laut.
Istana Kepresidenan Jakarta terdiri
dari dua bangunan istana, yaitu Istana Merdeka yang menghadap ke Monas,
dan Istana Negara, yang menghadap ke Sungai Ciliwung, Jl. Veteran,
selain itu terdapat pula bangunan lain dalam lingkungan Istana Jakarta,
yaitu Kantor Presiden, Wisma Negara, Masjid Baiturrahim, dan Museum
Istana Kepresidenan serta halaman yang ditumbuhi oleh pepohonan besar
dan tua, yang berdaun rindang dan berakar berjuntai, serta berkat
rerumputannya yang menghampar laksana permadani hijau, Istana Jakarta
tampak teduh dan asri.
Istana Kepresidenan Jakarta fungsinya
lebih difokuskan kepada kegiatan resmi kepresidenan, selain sebagai
kantor Presiden Republik Indonesia juga sebagai pusat kegiatan
pemerintahan dan tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat
kenegaraan, pelatikan pejabat-pejabat tinggi negara, pelantikan perwira
muda TNI, penerimaan tamu-tamu negara, penyerahan surat-surat
kepercayaan duta besar negara sahabat, pembukaan musyawarah dan rapat
kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasional,
dan sebagai tempat memperingati Detik-Detik Proklamasi pada setiap
tanggal 17 Agustus.
Istana Negara.
Istana ini banyak mencatat peristiwa,
diantaranya : Jenderal de Kock menguraikan rencananya untuk menindas
pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam
menghadapi Tuanku Imam Bonjol kepada Gubernur Jenderal Baron van der
Capellen, dan Gubernur Jenderal Johannes van de Bosch menetapkan sistem
tanam paksa (cultuurstelsel).
Setelah kemerdekaan Republik
Indonesia, pada tanggal 25 Maret 1947, di gedung ini pula terjadi
penandatanganan naskah Persetujuan Linggarjati, pihak Indonesia diwakili
oleh Sultan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.
Istana Merdeka
Istana Merdeka dibangun pada tahun
1879, istanan ini banyak mencatat peristiwa luar biasa dalam kehidupan
pemerintahan Indonesia sehingga istana ini lebih banyak mendapat
keistimewaan di hati rakyat Indonesia. Salah satunya adalah riwayat
tentang nama istana itu sendiri, nama yang menggunakan kata merdeka.
Kata Merdeka bukan tiada atau hampa arti, kata merdeka laksana bara asa
bagi pertanda terlepasnya belenggu penjajahan di bumi Indonesia seraya
menjadi bangsa yang berdaulat.
Pada tanggal 27 Desember 1949, di
Istana Merdeka terjadi peristiwa tentang pengakuan atas kedaulatan
Republik Indonesia Serikat oleh Kerajaan Belanda melalui serangkaian
upacara resmi yang dilaksanakan dalam waktu yang sama, baik di Belanda
(Amsterdam pukul 10.00 waktu setempat) maupun di Indonesia (Jakarta dan
Yogyakarta waktu pukul 16.00 waktu setempat). Pada hari itu di berbagai
tempat dan penjuru tanah air, ratusan ribu pesawat radio menanti siaran
dari Jakarta yang membawa berita luar biasa itu. Serta merta terdengar
berita upacara penandatanganan dan penyerahan naskah tentang pengakuan
atas kedaulatan Republik Indonesia Serikat itu.
Dengan waktu bersamaan bendera Merah
Putih berkibar di depan Istana Merdeka sebagai pengganti bendera
Belanda, lagu Indonesia Raya berkumandan, dan pekikan "Merdeka, merdeka,
merdeka", yang menggema di seluruh pelosok tanah air, itu sebabnya
istana bernama Istana Merdeka.
Peringatan Hari Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia pertama kali diadakan pada tahun 1950
tanggal 17 Agustus di Istana Merdeka.
Istana Bogor
Gedung Induk
Istana Kepresidenan Bogor terletak di
Kelurahan Paledang, Kecamatan Kota Bogor Tengah, Kotamadya Bogor, Jawa
Barat, di sekitar 60 kilometer dari Jakarta atau 43 kilometer dari
Cipanas. Istana ini berada di atas tanah berkultur datar, seluas sekitar
28,86 hektar, di ketinggian 290 meter dari permukaan laut, tergolong ke
dalam kota beriklim sedang, dengan hawa sejuk sangat sesuai untuk
peristirahatan. Alam disekitar istana ini indah dan terasa nyaman,
halamannya ditata seakan-akan tampak laksana permadani hijau yang
terhampar mengelilingi bangunan istana. Selepas mata memandang,
terbentang hamparan rumput yang segar menghijau, yang dirindangi oleh
lebatnya aneka daun pepohonan terdiri dari 346 jenis pohon; Lima ratus
sembilan puluh satu ekor rusa tutul (Axis-axis) manis bergerombol
kesana-kemari; kolam-kolamnya berhias bunga teratai dan air semburat.
Riwayat Istana Kepresidenan Bogor
bermula dari Gubernur Jenderal Belanda bernama G.W. Baron van Inhoff,
yang mencari tempat peristirahatan dan berhasil menemukan sebuah
pesanggrahan (10 Agustus 1744) yang diberi nama Buitenzorg (artinya
bebas masalah/kesulitan). Dia sendiri membuat sketsa dan membangunnya
(1745-1750) mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke of
Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.
Namun, musibah datang pada tanggal 10
Oktober 1834 gempa bumi berat mengguncang sehingga istana tersebut
rusak berat. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob
Duijmayer van Twist (1851-1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan
dan dibangun dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX. Kemudian pada
tahun 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para
Gubernur Jenderal Belanda. Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu
adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborg Stachourwer yang
terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemeritah
pendudukan Jepang. Akan tetapi, riwayat telah mencatat sebanyak 44
gubernur jenderal Belanda pernah menjadi penghuni istana ini. Setelah
masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor (1950) mulai dipakai oleh
pemerintah Indonesia
Gedung Induk R. Kerja
Fungsi utama Istana Kepresidenan,
pada masa penjajahan Belanda istana berfungsi sebagai tempat
peristirahatan. Namun setelah jaman kemerdekaan berubah menjadi kantor
kepresidenan dan kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.
Sejalan dengan fungsinya pernah terjadi di Istana Kepresidenan Bogor, antara lain
(a) Konferensi Lima Negara (28-29 Desember 1954)
(b)Penandatanganan Surat Perintah Sebelas Maret 1966 lebih dikenal dengan Supersemar.
(c) Pembahasan masalah konflik Kamboja yaitu Jakarta Informal Meeting (JIM)
(d) Pertemuan Para Pemimpin APEC (15 November 1994).
Bagian-bagian Istana Kepresidenan
Bogor, Gedung Induk terdiri dari Ruang Garuda sebagai Ruang Resepsi;
Ruang Teratai berfungsi sebagai Ruang Penerima Tamu; Ruang pemutaran
film; Ruang Kerja Presiden; Ruang Perpustakaan; Ruang Famili dan Kamar
Tidur; Ruang Tunggu Menteri yang akan mengikuti acara. Gedung Utama Saya
Kiri terdiri dari Ruang Panca Negara pernah berfungsi sebagai persiapan
Konfrensi Asia Afika di Bandung; Kemudian Ruang Tidur dan Ruang Tengah
sebagai tempat menginap Presiden, Tamu Negara, dan Tamu Agung. Gedung
Utama Sayap Kanan berfungsi sebagai tempat menginap para Presiden
sebagai tamu Negara berikut tamu Negara dan tamu lainnya. Paviliun Sayap
Kiri berfungsi sebagai kantor Rumah Istana Bogor, sedangkan Paviliun
Sayap Kanan sebagai tempat menginap para pejabat dan staf tamu Negara.
Bahkan pada tahun 1964 dibangun khusus untuk istirahat Bapak Presiden
dan keluarganya, yang dikenal dengan nama Dyah Bayurini.
Istana Tampak Siring Bali
Istana Kepresidenan Tampaksiring
berada pada ketinggian lebih kurang 700 meter dari permukaan laut,
berlokasi di atas perbuktian di Desa Tampaksiring, Kecamatan
Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Pulau Bali. Merupakan satu-satunya
istana kepresidenan yang dibangun masa pemerintahan Indonesia yang
dibangun pada tahun 1957 - tahun 1960, sepenuhnya ditangani oleh
putra-putra Indonesia, atas prakasa Presiden I Republik Indonesia :
Soekarno.
Nama Tampaksiring diambil dari dua
buah kata bahasa Bali, tampak (bermakna telapak) dan siring (bermakna
miring). Menurut legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama
itu berasal dari bekas tapak kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa.
Kawasan hutan yang dilalui Raja Mayadenawa dengan berjalan di atas
kakinya yang dimiringkan itulah wilayah ini dikenal dengan nama
Tampaksiring.
Istana Tampaksiring dibangun secara
bertahap, arsiteknya R.M Soedarsono. Pertama kali dibangun adalah Wisma
Merdeka dan Wisma Yudhistira pada tahun 1957, dilanjutkan perampungan
tahun 1963. Selanjutnya untuk kepentingan kegiatan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) ASEAN XIV, di Bali pada tanggal 7 - 8 Oktober 2003, di
bangun gedung baru dan merenovasi Balai Wantilan, bangunan pintu masuk
tersendiri yang dilengkapi dengan Candi Bentar, Kori Agung, serta
Lapangan Parkir berikut Balai Bengongnya.
Istana Tampaksiring difungsikan
disamping untuk acara-acara Presiden dan Wakil Presiden dalam hal
kepemerintahan dan kenegaraan, juga peruntukan untuk tempat
peristirahatan bagi Presiden dan Wakil Presiden peserta keluarga, serta
bagi tamu-tamu negara. Menurut catatan, tamu-tamu negara yang pernah
berkunjung ke Istana Kepresidenan Tampaksiring, antara lain Presiden Ne
Win dari Birma (sekarang Myanmar); Presiden Tito dari Yogoslavia,
Presiden Ho Chi Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India,
Perdana Menteri Khruschev dari Unit Soviet, Ratu Juliana dari Belanda
dan Kaisar Hirohito dari Jepang.
Komplek Istana Kepresidenan
Tampaksiring kini terdiri dari lima gedung utama dan satu pendapa. Dua
gedung utama diberi nama Wisma Merdeka (1.200 meter persegi) dan Wisma
Negara (1.476 meter persegi) yang dipisahkan oleh celah bukit sedalam
lebih kurang 15 meter namun terhubung dengan jembatan sepanjang 40
meter, tiga gedung utama yang lainnya diberi nama Wisma Yudhistira,
Wisma Bima, dan ruang untuk konferensi, serta Balai Wantilan.
Sumber: kaskus.us