VIVAnews
-- Ketika Gunung Vesuvius meletus dahsyat pada 24 Agustus 79, dua kota
di sekitarnya, Pompeii dan Herculaneum hancur lebur. Awan panas, hujan
batu, dan abu yang membara mengubur keduanya. Dan tragisnya, juga
mengabadikan saat-saat terakhir mereka.
Sekitar 1.600 tahun kemudian, secara tak sengaja keberadaan Pompeii
ditemukan. Penggalian arkeologis menemukan jasad-jasad manusia yang
diawetkan oleh abu, dengan segala pose. Menguak jalanan beku, tempat
pelacuran yang dipenuhi fresko erotis, dan banyak bukti peradaban kala
itu. Ini sekaligus menjadi pelajaran, sepandai-pandainya manusia, ia
bisa takluk oleh alam.
Tragedi
Vesuvius relevan kembali diingat, tak hanya karena ia terjadi di bulan
Agustus. Tapi karena keberadaan sumber bencana lain yang lebih dahsyat
di seberang Teluk Naples, dekat Pompeii.
Para ilmuwan mengungkap keberadaan gunung berapi super, "supervolcano" tersembunyi, yang bisa membunuh jutaan manusia dalam sebuah bencana dahsyat, yang berkali lipat lebih buruk dari letusan Vesuvius.
Lumpur mendidih dengan uang belerang di area yang dikenal sebagai Campi Flegrei atau Phlegraean Field, yang berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "terbakar" -- adalah penandanya.
Campi Flegrei saat ini menjad daya tarik wisatawan di Naples. Namun, para ilmuwan jauh-jauh hari memperingatkan, zona aktivitas seismik intensif, yang dikira sebagai "pintu neraka" oleh orang di masa lalu, bisa menyebabkan bahaya besar bersifat global, yang bisa merenggut jutaan nyawa.
Atau secara harafiah, jutaan orang kini tinggal di atas gunung berapi super yang berpotensi meletus di masa depan.
"Area ini bisa menimbulkan letusan yang memiliki efek bencana global, sebanding dengan dampak meteorit besar," kata Giuseppe De Natale, kepala proyek pengeboran dalam bumi untuk memantau "kaldera" cair tesebut.
Sebagai perbandingan, salah satu dampak meteorit besar telah menyebabkan kepunahan dinosaurus 65 juta tahun lalu. Ledakan dahsyatnya melontarkan puing dan debu ke atmosfer, menutupi cahaya matahari. Kegelapan pun menyelimuti bumi.
Untuk mempelajari gunung berapi besar, para ilmuwan berencana mengebor dengan kedalaman 3,5 kilometer di bawah permukaan tanah untuk memantau ruang besar berisi batuan cair panas, sekaligus untuk memberikan peringatan dini soal potensi bahaya jika kaldera selebar 13 kilometer itu erupsi.
Campi Flegrei sejatinya mirip dengan kaldera supervolcano Yellowstone di Amerika Serikat, negara bagian Wyoming, yang bisa menghancurkan dua pertiga AS jika meletus dengan kekuatan penuh. Namun lebih mengkhawatirkan karena area itu dihuni oleh 3 juta orang.
"Untungnya, sangat jarang bagi area seperti ini erupsi dalam kapasitas penuh, sejarang peristiwa meteorit besar menghantam bumi," kata De Natale kepada Reuters.
"Namun, untuk beberapa tempat, khususnya Campi Flegrei, yang padat penduduk, letusan sekecil apapun akan berisiko bagi masyarakat," kata ilmuwan dari Observatorium Vesuvius, Institut Geofisika dan Vulkanologi Italia itu. "Itu mengapa Campi Flegrei mjutlak harus dipelajari dan dipantau."
Namun, proyek yang didanai pihak multinasional, International Continental Scientific Drilling Programme justru dikritik oleh para ilmuwan lokal. Mereka menduga, bisa jadi pengeboran justru memicu erupsi berbahaya.
Bahkan Dewan Kota Baples pernah memblokade proyek tersebut pada 2010 lalu. Namun, walikota baru, Luigi De Magistris memberikan lampu hijau.
De Natale membantah anggapan itu. Dia mengatakan, pengeboran sangat aman dilakukan. Sama dengan alat yang dikirim menghujam ke kedalaman tanah dalam pengeboran tambang yang dilakukan bahkan sebelum tahun 1980-an.
Para ilmuwan mengungkap keberadaan gunung berapi super, "supervolcano" tersembunyi, yang bisa membunuh jutaan manusia dalam sebuah bencana dahsyat, yang berkali lipat lebih buruk dari letusan Vesuvius.
Lumpur mendidih dengan uang belerang di area yang dikenal sebagai Campi Flegrei atau Phlegraean Field, yang berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "terbakar" -- adalah penandanya.
Campi Flegrei saat ini menjad daya tarik wisatawan di Naples. Namun, para ilmuwan jauh-jauh hari memperingatkan, zona aktivitas seismik intensif, yang dikira sebagai "pintu neraka" oleh orang di masa lalu, bisa menyebabkan bahaya besar bersifat global, yang bisa merenggut jutaan nyawa.
Atau secara harafiah, jutaan orang kini tinggal di atas gunung berapi super yang berpotensi meletus di masa depan.
"Area ini bisa menimbulkan letusan yang memiliki efek bencana global, sebanding dengan dampak meteorit besar," kata Giuseppe De Natale, kepala proyek pengeboran dalam bumi untuk memantau "kaldera" cair tesebut.
Sebagai perbandingan, salah satu dampak meteorit besar telah menyebabkan kepunahan dinosaurus 65 juta tahun lalu. Ledakan dahsyatnya melontarkan puing dan debu ke atmosfer, menutupi cahaya matahari. Kegelapan pun menyelimuti bumi.
Untuk mempelajari gunung berapi besar, para ilmuwan berencana mengebor dengan kedalaman 3,5 kilometer di bawah permukaan tanah untuk memantau ruang besar berisi batuan cair panas, sekaligus untuk memberikan peringatan dini soal potensi bahaya jika kaldera selebar 13 kilometer itu erupsi.
Campi Flegrei sejatinya mirip dengan kaldera supervolcano Yellowstone di Amerika Serikat, negara bagian Wyoming, yang bisa menghancurkan dua pertiga AS jika meletus dengan kekuatan penuh. Namun lebih mengkhawatirkan karena area itu dihuni oleh 3 juta orang.
"Untungnya, sangat jarang bagi area seperti ini erupsi dalam kapasitas penuh, sejarang peristiwa meteorit besar menghantam bumi," kata De Natale kepada Reuters.
"Namun, untuk beberapa tempat, khususnya Campi Flegrei, yang padat penduduk, letusan sekecil apapun akan berisiko bagi masyarakat," kata ilmuwan dari Observatorium Vesuvius, Institut Geofisika dan Vulkanologi Italia itu. "Itu mengapa Campi Flegrei mjutlak harus dipelajari dan dipantau."
Namun, proyek yang didanai pihak multinasional, International Continental Scientific Drilling Programme justru dikritik oleh para ilmuwan lokal. Mereka menduga, bisa jadi pengeboran justru memicu erupsi berbahaya.
Bahkan Dewan Kota Baples pernah memblokade proyek tersebut pada 2010 lalu. Namun, walikota baru, Luigi De Magistris memberikan lampu hijau.
De Natale membantah anggapan itu. Dia mengatakan, pengeboran sangat aman dilakukan. Sama dengan alat yang dikirim menghujam ke kedalaman tanah dalam pengeboran tambang yang dilakukan bahkan sebelum tahun 1980-an.
sumber:viva.co.id