VIVAnews
-- Ribuan tulang belulang ditemukan berserakan sebuah lokasi bekas
kuburan massal di London. Para arkeolog yang menemukannya yakin, para
mendiang adalah korban letusan gunung berapi dahsyat yang berada ribuan
mil dari ibu kota Inggris itu.
Jasad-jasad tersebut ditemukan di Spitalfields Market di timur London pada tahun 1990-an. Para ahli menduga, mereka tewas selama era "Kematian Hitam" atau "Black Dead" dan era yang disebut "Great Famine" alias wabah kelaparan besar.
Seperti dimuat Daily Mail, ekskavasi yang sejauh ini dilakukan, sejak tahun 1991 hingga 2007 telah menemukan 10.500 jenazah. Diyakini di situs itu ada setidaknya 18.000 jasad.
Berdasarkan uji radiokarbon atas tulang-tulang dan penelitian geologi lebih lanjut, para ilmuwan sampai pada kesimpulan bawah mereka adalah korban letusan gunung berapi, salah satu letusan terdahsyat dalam 10.000 tahun terakhir.
Erupsi itu sedemikian besar, hingga gas sulfur yang dilepaskannya menciptakan kabut yang menutupi lapisan stratosfere bumi yang menghalangi cahaya matahari, mengubah atmosfer, dan menurunkan suhu permukaan bumi secara drastis. Dunia seakan membeku, tanaman mati. Wabah penyakit dan kematian menjadi teror.
Kala itu, diyakini tak kurang dari 15.000 orang di London kehilangan nyawa. Belum lagi di wilayah lain. Letusan gunung berapi saat itu diyakini delapan kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau di Selat Sunda, Indonesia, pada tahun 1883. "Itu merupakan letusan terbesar sepanjang sejarah. Ia menurunkan suhu bumi hingga 4 derajat Celcius," kata vulkanolog Bill McGuire seperti dimuat Guardian.
Di mana lokasi gunung berapi yang memicu bencana dahsyat Inggris di Abad Pertengahan?
Para ahli belum menentukan pastinya. Belum ada catatan pasti soal gunung yang meletus hebat di abad ke-13. Namun, peneliti menduga lokasi gunung berada di lokasi yang jauh seperti Meksiko, Ekuador, juga Indonesia.
Berdasarkan catatan yang dibuat pada 1258, seorang pendeta melaporkan kejadian waktu itu. "Angin utara berhembus selama beberapa bulan," tulis dia. Hanya tanaman kecil yang muncul sementara panen tak bisa dipastikan.
"Banyak orang tak terhitung jumlahnya tewas. Tubuh mereka tergeletak bengkak di mana-mana. Mereka yang beruntung punya rumah untuk berlindung tak berani merawat orang-orang yang sakit dan sekarat, takut terkena infeksi."
Hanya di London, sekitar 15.000 orang miskin tewas, ada ribuan lainnya di seluruh Inggris.
Mirip Tambora
Apa yang terjadi di abad ke-13 mirip dengan akibat letusan Gunung Tambora pada April 1815 lalu.
Kekuatan letusan Tambora adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah. Sebanyak 92.000 nyawa terenggut, abu dan panas menyembur melubangi atmosfer, suhu rata-rata global merosot 3 derajat Celcius.
Bahkan di belahan Bumi utara, tak ada musim panas di tahun berikutnya, 1816, 'the year without summer'. Badai salju melanda New England Juli tahun itu, panen gagal. Eropa pun mengalami kondisi yang sama parahnya.
Epidemi tifus dan kelaparan merata di wilayah Eropa. Rusuh tak terelakkan, rumah-rumah dan toko dibakar dan dijarah.
Jasad-jasad tersebut ditemukan di Spitalfields Market di timur London pada tahun 1990-an. Para ahli menduga, mereka tewas selama era "Kematian Hitam" atau "Black Dead" dan era yang disebut "Great Famine" alias wabah kelaparan besar.
Seperti dimuat Daily Mail, ekskavasi yang sejauh ini dilakukan, sejak tahun 1991 hingga 2007 telah menemukan 10.500 jenazah. Diyakini di situs itu ada setidaknya 18.000 jasad.
Berdasarkan uji radiokarbon atas tulang-tulang dan penelitian geologi lebih lanjut, para ilmuwan sampai pada kesimpulan bawah mereka adalah korban letusan gunung berapi, salah satu letusan terdahsyat dalam 10.000 tahun terakhir.
Erupsi itu sedemikian besar, hingga gas sulfur yang dilepaskannya menciptakan kabut yang menutupi lapisan stratosfere bumi yang menghalangi cahaya matahari, mengubah atmosfer, dan menurunkan suhu permukaan bumi secara drastis. Dunia seakan membeku, tanaman mati. Wabah penyakit dan kematian menjadi teror.
Kala itu, diyakini tak kurang dari 15.000 orang di London kehilangan nyawa. Belum lagi di wilayah lain. Letusan gunung berapi saat itu diyakini delapan kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau di Selat Sunda, Indonesia, pada tahun 1883. "Itu merupakan letusan terbesar sepanjang sejarah. Ia menurunkan suhu bumi hingga 4 derajat Celcius," kata vulkanolog Bill McGuire seperti dimuat Guardian.
Di mana lokasi gunung berapi yang memicu bencana dahsyat Inggris di Abad Pertengahan?
Para ahli belum menentukan pastinya. Belum ada catatan pasti soal gunung yang meletus hebat di abad ke-13. Namun, peneliti menduga lokasi gunung berada di lokasi yang jauh seperti Meksiko, Ekuador, juga Indonesia.
Berdasarkan catatan yang dibuat pada 1258, seorang pendeta melaporkan kejadian waktu itu. "Angin utara berhembus selama beberapa bulan," tulis dia. Hanya tanaman kecil yang muncul sementara panen tak bisa dipastikan.
"Banyak orang tak terhitung jumlahnya tewas. Tubuh mereka tergeletak bengkak di mana-mana. Mereka yang beruntung punya rumah untuk berlindung tak berani merawat orang-orang yang sakit dan sekarat, takut terkena infeksi."
Hanya di London, sekitar 15.000 orang miskin tewas, ada ribuan lainnya di seluruh Inggris.
Mirip Tambora
Apa yang terjadi di abad ke-13 mirip dengan akibat letusan Gunung Tambora pada April 1815 lalu.
Kekuatan letusan Tambora adalah yang terbesar yang pernah tercatat dalam sejarah. Sebanyak 92.000 nyawa terenggut, abu dan panas menyembur melubangi atmosfer, suhu rata-rata global merosot 3 derajat Celcius.
Bahkan di belahan Bumi utara, tak ada musim panas di tahun berikutnya, 1816, 'the year without summer'. Badai salju melanda New England Juli tahun itu, panen gagal. Eropa pun mengalami kondisi yang sama parahnya.
Epidemi tifus dan kelaparan merata di wilayah Eropa. Rusuh tak terelakkan, rumah-rumah dan toko dibakar dan dijarah.
sumber:viva.co.id