Wednesday, May 16, 2012
Fetisisme Pemuja Payudara
Tertarik dengan payudara wanita adalah hal yang wajar. Tapi ada orang yang memuja-muja payudara secara berlebihan, bahkan menganggapnya sebagai berhala.
Kondisi tersebut digolongkan sebagai gangguan jiwa.
Orang yang sangat tertarik dan memuja-muja payudara secara berlebihan disebut dengan fetisisme payudara (breast fetishism). Kondisi ini juga dikenal sebagai mastofact, breast partialism atau mazophilia.
Tak hanya pria, kekaguman berlebih pada payudara ini juga bisa dialami wanita.
Menurut ahli, contoh dari fetisisme payudara sudah terjadi sejak zaman Neolitik, yaitu di kuil dewi Catal Huyuk (di Turki modern). Penggalian arkeologi pada tahun 1960 di kota tersebut mengungkapkan bahwa dinding kuil dihiasi dengan sepasang payudara tanpa tubuh.
Kelainan ini tergolong dalam fetisisme, yaitu kelainan yang menggunakan benda non-seksual, benda mati atau bagian dari tubuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seks. Dan menurut American Psychiatric Association (APA), fetisisme merupakan gangguan jiwa,
begitu pula dengan fetisisme payudara.
Dilansir dari WrongDiagnosis, Jumat (16/7/2010), fetisisme payudara disebabkan oleh fobia, kondisi mental tertentu (seperti depresi, stres dan gangguan mental)
serta kondisi seksual yang abnormal.
Dan fetisisme dapat dikenali dari gejala-gelaja sebagai berikut :
1. Sangat tertarik dengan payudara wanita
2. Sering memikirkan tentang payudara, bahkan dalam waktu yang abnormal.
3. Mempunyai fantasi yang berulang dan intens tentang payudara
4. Dorongan seksual yang intens dan selalu dipicu oleh payudara
5. Menyukai hal-hal yang berhubungan dengan payudara (seperti gambar, patung atau ukiran).
Pengobatan untuk orang dengan fetisisme payudara tidaklah mudah dan sering tidak dapat dicari. Banyak orang yang pasrah menerima dan membiarkan kondisi fetisisme tersebut, serta berusaha untuk mengelolanya untuk mencapai kepuasaan seksual.
Tapi ada beberapa pilihan cara yang dapat digunakan untuk terapi, yaitu :
1. Psikoanalisis dan psikoterapi
2. Hipnosis
3. Terapi perilaku
4. Terapi kognitif
5. Terapi obat