Beberapa tahun silam saya menemukan di sebuah milis posting menarik dan
menggugah bertajuk “Bocah Misterius”. Karena itu saya merasa perlu
mempublishnya lagi di Ramadhan ini.
Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung. Sudah tiga hari ini ia
mondar-mandir keliling kampung. Menggoda anak-anak sebayanya, menggoda
anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang tua.
Sungguh menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari
sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat
menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan
tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung
melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari
pada bulan puasa! Pemandangan itu semakin bertambah tidak biasa, karena
kebetulan selama tiga hari semenjak bocah itu ada, matahari dikampung
itu lebih terik dari biasanya.
Seorang pengurus masjid mendapat laporan dari orang-orang kampong
mengenai bocah itu. Mereka tidak berani melarang bocah kecil itu. Pernah
ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan
sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan
matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua
orang yang akan melarangnya.
Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah itu. Kata orang kampung,
belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu akan muncul secara
misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian lusuh yang sama dengan
hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es kelapa dan roti isi
daging yang sama juga!
Tidak lama Luqman menunggu, bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari
dengan menyeruput es kelapa itu. Tingkah bocah itu jelas membuat orang
lain menelan ludah. Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma, ya itu tadi,
bukannya takut, bocah itu malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan
matanya akan keluar. “Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali
mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau
memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud
semua ini.
Kalau memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari
keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar ucapan
bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman.
Luqman pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan
membawanya ke rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda
tanya dari orang-orang yang melihatnya.
“Ada apa bapak melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi
daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di
rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa Luqman akan bertanya tentang
kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada Luqman.
“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman
dengan halus,”apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa?
Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang
dengan tingkahmu itu..” Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan
uneg-unegnya, mengomeli anak kecil itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri
sebelum Luqman selesai. Ia menatap Luqman lebih tajam lagi, dan tiba
tiba berkata dengan lantang.
“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua!
Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?!
Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?
Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami?
Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis?
Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit
menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan
hingga kematian menjemput ajal..?!
Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian
untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan
maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?” Bocah itu
terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas
dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.
“Ketahuilah pak.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa
berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tidak ada
makanan yang bisa kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang
siang saja.
Dan ketahuilah juga, justru bapak dan orang-orang di sekeliling bapak
lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa
mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?
Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan
yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian
menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri?
Pak.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan
pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.
Pak.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua
belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang
telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang
kecil seperti kami…!
Pak.., sadarkah Bapak akan ketidak abadian harta?
Sadarkah apa yang terjadi bila bapak dan orang-orang sekeliling bapak
tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya bapak dan orang-orang di sekeliling bapak bukan
hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat..
Tahukah Bapak akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa?
Pak.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi.
Jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun,
Jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi
kelak….”Entahlah apa yang ada di kepala dan hati Luqman. Kalimat demi
kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu tanpa bisa dihentikan.
Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah tersebut adalah benar
adanya! Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi
begitu saja meninggalkan Luqman yang dibuatnya terbengong-bengong.
Di kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Bocah
itu benar-benar misterius! Dan sekarang ia malah menghilang! Luqman
tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia ambil
sajadah, sujud dan bersyukur.
Luqman berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang
luar biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata
hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang, entah mau dipercaya
orang atau tidak, ia ingin sekali menjelaskan hikmah perkataan bocah
tadi kepada semua orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya
orang.