Para peneliti tak berhenti sampai disitu, pencarian masih terus berlanjut untuk mengungkap sejarah alam semesta. Dengan menggunakan kemampuan untuk memperbesar dari lensa kosmik gravitasi, para astronom berhasil menemukan sebuah galaksi jauh yang diperkirakan lahir pada masa awal sejarah kosmik. Hasil ini memberi cahaya baru bagi pembentukan galaksi pertama sekaligus juga membawa manusia untuk mengkaji kembali evolusi dini alam semesta.
Penemuan Galaksi Baru
Dalam penelitian yang dilakukan Johan Richard (CRAL, Observatoire de Lyon, Université Lyon 1, France and Dark Cosmology Centre, Niels Bohr Institute, University of Copenhagen, Denmark) dan timnya, mereka berhasil menemukan galaksi jauh yang mulai terbentuk sekitar 200 juta tahun setelah terjadinya Big Bang atau Dentuman Besar.
Galaksi jauh yang ditemukan di masa awal alam semesta. kredit : NASA, ESA |
Tim yang dipimpin Richard melihat galaksi yang mereka temukan saat melakukan pengamatan dengan menggunakan NASA/ESA Hubble Space Telescope dan kemudian dikonfirmasi ulang menggunakan Spitzer Space Telescope. Pengukuran jarak kemudian dilakukan menggunakan W. M Keck Observatory di Hawaii.
Pengamatan Galaksi
Galaksi jauh yang ditemukan tersebut tampak melalui gugus galaksi Abell 383, yang kekuatan gravitasinya mampu membelokkan cahaya dan berfungsi sebagai kaca pembesar. Kesempatan terjadinya kesejajaran antara galaksi, gugus galaksi dan Bumi memperkuat cahaya yang diterima dari galaksi jauh sehingga para astronom dapat melakukan pengamatan yang lebih detil. Tanpa lensa gravitasi, galaksi yang dituju terlalu redup untuk bisa diamati meskipun dengan teleskop tercanggih yang ada saat ini.
Setelah berhasil mengenali galaksi yang dicari dalam citra yang dihasilkan Hubble dan Spitzer, dilakukan pengamatan spektroskopik dengan teleskop Keck-II di Hawaii. Spektroskopi merupakan teknik untuk memecah cahaya ke dalam komponen warnanya. Setelah itu dilakukan analisa spektrum sehingga bisa dilakukan pengukuran pergeseran merah dan mendapatkan informasi terkait komponen bintangnya.
Implikasi Penemuan Galaksi
Hasil pengukuran yang dilakukan Johan Richard dan tim menunjukkan kalau galaksi tersebut memiliki pergeseran merah 6.027 yang artinya, pengamat melihat galaksi tersebut saat ia ada pada kondisi alam semesta berusia 950 juta tahun. Hasil ini tidak lantas menjadikan galaksi baru tersebut sebagai galaksi paling jauh atau paling tua karena ada galaksi lainnya yang memiliki pergeseran merah lebih dari 8 dan ada yang pergeseran merahnya 10 atau sudah ada 400 juta tahun sebelum si galaksi yang ditemukan Richard dkk.
Tapi setiap penemuan tentu punya keunikan tersendiri. Galaksi baru ini ternyata memiliki fitur yang sangat berbeda dibanding galaksi jauh lainnya yang pernah diamati, yang umumnya terang dan terdiri dari bintang-bintang muda.
Menurut Eiichi Egami, salah satu peneliti Galaksi baru tersebut, ada dua hal yang mereka lihat saat melakukan analisa spektrum. Pergeseran merah dari galaksi tersebut menunjukkan kalau ia berasal dari masa awal sejarah kosmik. Tapi ada hal menarik lainnya. Deteksi yang dilakukan oleh Spitzer dengan mata inframerahnya mengindikasikan galaksi tersebut sudah berusia lebih tua lagi dan ia diisi oleh bintang redup. Diperkirakan galaksi tersebut disusun oleh bintang-bintang yang usianya sudah mendekati 750 juta tahun.
Artinya, epoh pembentukannya pun mundur ke era sekitar 200 juta tahun setelah Dentuman Besar. Atau dengan kata lain, galaksi ini sudah berusia sangat tua dan bisa disimpulkan juga kalau galaksi pertama yang terbentuk di masa awal alam semesta ternyata memang lebih dini dibanding perkiraan para ilmuwan.
Penemuan galaksi ini jelas memberi implikasi pada teori pembentukan galaksi mula-mula sekaligus memberi informasi bagaimana alam semesta menjadi transparan bagi cahaya ultraungu di masa satu milyar tahun pertama setelah Dentuman Besar.
Di masa awal kosmos, terdapat kabut gas hidrogen netral yang menghalangi cahaya ultraungu di alam semesta. Untuk bisa membuat alam semesta jadi transparan dan bersih dari kabut tersebut, sebagian sumber radiasi harus mngionisasi gas yang tersebar tersebut, membersihkan kabut yang menghalangi dan menjadikan alam semesta transparan bagi sinar ultraungu. Proses inilah yang dikenal sebagai proses reionisasi.
Para astronom meyakini kalau radiasi yang memberi tenaga untuk terjadinya reionisasi tersebut haruslah datang dari galaksi-galaksi. Akan tetapi diyakini tidak ada satu pun galaksi yang ditemukan yang dapat memberi radiasi yang diperlukan. Nah, penemuan galaksi baru ini diyakini dapat menyelesaikan teka-teki tersebut.
Tampaknya, galaksi yang baru ditemukan ini bukanlah satu-satunya. Diyakini masih ada lebih banyak galaksi-galaksi lain di masa alam semesta dini melebihi dugaan sebelumnya. Dan diyakini juga galaksi-galaksi tersebut sudah tua dan redup, sperti yang baru saja ditemukan. Jika analisa mengenai keberadaan galaksi-galaksi tua dan redup di alam semesta dini memang benar adanya maka mereka inilah yang akan menjadi jawaban yang menyediakan radiasi yang dibutuhkan untuk membuat alam semesta menjadi transparan bagi sinar ultraungu.
Untuk saat ini, para peneliti hanya dapat menemukan galaksi – galaksi melalui pengamatan menggunakan gugus masif yang bertindak sebagai teleskop kosmik. Di masa yang akan datang James Webb Space Telescope milik NASA/ESA/CSA akan diluncurkan dan akan bekerja pada pengamatan resolusi tinggi untuk mencari obyek yang memiliki pergeseran merah tinggi. Pada masa inilah, JWST akan menjadi mata yang bisa mengungkap semua misteri di masa alam semesta dini.