I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Mosher dalam Totok
Mardikanto (1993), mengemukakan bahwa salah satu syarat memperlancar
pembangunan pertanian dalah adanya kegiatan kerjasama kelompok tani. Oleh sebab itu sejak pelaksanaan Repelita I
di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani yang diawali dengan
kelompok kegiatan (kelompok pemberantasan hama, kelompok pendengar siaran
pedesaan) dan akhirnya sejak tahun 1976 dengan dilaksanakannya Proyek
Penyuluhan Tanaman Pangan maka dikembangkan pula kelompok tani berdasarkan
hamparan lahan pertaniannya.
Kelompok tani secara tidak langsung
dapat dipergunakan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan produktivitas
dan pendapatan usaha tani melalui
pengelolaan usaha tani secara bersamaan. Kelompok tani juga digunakan sebagai media belajar organisasi
dan kerjasama antar petani. Dengan adanya kelompok tani, para petani dapat
bersama-sama memecahkan permasalahan yang antara lain berupa pemenuhan sarana
produksi pertanian, teknis produksi dan pemasaran hasil.
1.2 Tujuan dan kegunaan
1.2.1 tujuan
1.2.2 kegunaan
1.
Sebagai bahan Informasi Untuk Peneliti Berikutnya.
1.3 Tempat dan Waktu
1.3.1 Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mario Kecamatan Ponrang Kabupaten
Luwu.
1.3.2 Waktu
Praktek lapagan ini
berlangsung selama 3 hari ,yaitu dimulai dari tanggal 23 juni sampai dengan 25
juni 2011
II MONOGRAFI DESA
2.1 Letak Geografis
dan Pembagian Wilayah Administrasi
Desa Mario merupakan salah
satu Desa di Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu.
terletak di sekitar 4 km dari Ibukota Kecamatan, 27 km dan 329 km dari Kotamadya
Makasar.
Adapun batas-batas wilayah
Desa Mario adalah sebagai berikut :
-
sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lare-Lare Kec Bua
-
sebelah Timur berbatasan dengan Teluk bone
-
sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tirowali
-
sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tampa
Cakupan area Desa Mario cukup luas,
dengan Luas Wilayah ± 1.575 Ha atau 15,75 km² yang terdiri dari tanah
perkebunan dan pertanian dalam hamparan yang cukup luas.
2.2 Keadaan
Iklim dan Topografi
Seperti daerah-daerah lainnya di Indonesia, hanya terdapat dua musim, yaitu
musim kemarau dan musim hujan. Biasnya
musim kemarau dimulai pada bulan Juli hingga Oktober sedangkan musim hujan
dimulai pada bulan Oktober hingga Juli.
Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa
peralihan yaitu bulan April – Mei dan Oktober sampai Nopember.
Berdasarkan data curah hujan
yang diambil dari Dinas Pertanian Kabupaten Luwu yang jauhnya sekitar 17,5 km dari Desa
Mario. Data curah hujan selama 10 tahun
terhitung mulai dari dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2002 yang rata bulan
basah, bulan kering , dan bulan lembabnya dapat dilihat pada tabel 1.
Klasifikasi iklim yang digunakan pada daerah ini adalah klasifikasi menurut
Sichmidt Fergusson yang didasarkan atas perbandingan antara jumlah rata-rata
bulan basah yang dinyatakan dengan nilai Q dalam persentase (%), dengan rumus
sebagai berikut : (M. Hasan.Tadjang dang dan Suardi Mandung 1988)
III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1Pembahasan
3.2
Identitas Petani Responde
Data yang diperoleh dari lapangan
dikumpulkan, kemudian ditabulasi berdasarkan urutan kebutuhan dalam penyusunan
sehingga dipilah-pilah berdasarkan karakteristik tertentu yang mencakup nama
petani, umur petani, tingkat pendidikan yang pernah dienyam, pengalaman
berusaha tani, jumlah tanggungan keluarga serta luas lahan yang dimiliki.
3.2.1
Umur
Responden
Secara matematis memang faktor usia tidak akan
berpengaruh terhadap data yang diperoleh akan tetapi secara alami faktor usia
akan mengalami stamina dan cara berfikir petani, baik itu cara berfikir logis
sehingga cara berfikir yang bersifat analisa terhadap suatu masalah.
Pada umumnya usia muda masi membutuhkan
kesiapan mental yang lebih dibandingkan usia dewasa, disamping faktor
pengalaman faktor fisiologis juga sangat mempengaruhinya. Usia yang relatif
sangat muda di dominasi oleh berbagai pengaruh luar sehingga dapat mempengaruhi
cara berfikir termasuk daya serap berbagai pengetahuan, apalagi yang menyangkut
inovasi dan penemuan penting dalam bidang pertanian. Mereka lebih cepat
menyerap ilmu dan teknologi yang ada tanpa memperhitungkan resiko yang bakal
terjadi, disbanding usia tua yang selalu mengandalkan pengalaman serta
pembuktian yang nyata dilapangan.
Bagi petani usia tua, pengalaman yang didapat
turun temurun masi menjadi andalan dalam bercocok tanam sehingga mereka sulit
menerima berbagai metode yang diterapkan oleh para penyuluh yang di anggap
bertentangan dengan metode yang sebelumnya diterima dari orang tua mereka. Lain
halnya dengan usia muda yang masih sering dilingkupi dengan gejolak rasa
penasaran dan rasa ingin tahu yang sangat besar sehingga berbagai inovasi
maupun kemajuan teknologi dibidang pertanian dianggap sebagai tantangan yang
ingin dibuktikan hasilnya meskipun konsekuensinya mereka harus menerima teguran
dari orang tua mereka yang merasa belum bias menerima kemajuan teknologi
tersebut.
Untuk melihat gambaran tentang umur petani
responden di desa Mario kecamatan ponrang dapat dilihat dari table 7.
Table 7. Jumlah responden menurut umur di desa Mario
kecamatan ponrang kabupaten luwu, 2011
No.
|
Kelompok Umur
(Tahun)
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
|
29 – 36
37 – 44
45 – 52
53 – 60
>60
|
9
5
6
2
1
|
39.13
21,74
26,09
8,69
4,35
|
Total
|
23
|
100,00
|
Sumber : Data Primer Setelah
di olah, 2011
Apabila diasumsikan bahwa umur
produktif berkisar pada umur 29 – 36 tahun maka table 7 di atas menunjukkan
bahwa petani responden rata-rata yang berusia produktif yaitu sebanyak 9 orang
atau 39,13% dari total jumlah responden yaitu sebanyak 23 orang. Umur maksimum
petani responden adalah 68 tahun, sedangkan umur minimum adalah 29 tahun jadi
rata-rata umur petani responden adalah 41,3 tahun.
3.2.2 Pendidikan Responden
Pendidikan pada umumnya akan mempengaruhi cara
berpikir petani, terutama dalam hal pengambilan keputusan dalam pemakaian
sarana produksi. Semakin tinggi tingkat pendidikanyang dimiliki petani maka
diharapkan semakin rasional cara berfikirnya terutama dalam pengelolaan
usahataninya.
Tingkat pendidikan petani responden dilihat
dari pendidikan terakhirnya yang pernah diperoleh petani tersebut dapat dilihat
pada table dibawah ini.
Tabel 8.Tingkat Pendidikan Petani Responden di Desa Mario
Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
No.
|
Tingkat Pendidikan
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
|
SD/Sederajat
SMP
SMA
DIII
|
6
9
7
1
|
26,09
39,13
30,43
4,35
|
Total
|
23
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Tabel 8 diatas menunjukka bahwa, jumlah petani responden
yang mempunyai tingkat pendidikan SD (Sekolah Dasar) atau sederajat adalah 6
orang atau 26,09% dan terendah jumlahnya adalah responden yang berpendidikan
DIII ada 1 orang atau 4,35% yang berpendidikan sampai tingkat SLTP 9 orang atau
39,13% sedangkan yang berpendidikan sampai tingkat SLTA 7 orang atau 30,34%
dari keseluruhan jumlah responden, rata-rata tingkat pendidikan yang dimiliki
petani responden adalah tingkat pendidikan SD.
3.2.3
Pengalaman Berusahatani Responden
Pengalaman berusahatani responden dapat menunjukkan keberhasilan petani
dalam mengelola usahataninya, sebab dengan pengalaman yang mereka miliki dapat
dijadikan pedoman pada masa yang akan datang. Petani yang berpengalaman pada
umumnya lebih terampil dalam melakukan aktifitas usahatani yang dikelolanya.
Pengalaman berusahatani petani responden dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 9. Pengalaman Berusahatani Petani Responden di Desa Mario
Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
No.
|
Pengalaman Berusahatani (tahun)
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
< 10
10 - 15
> 15
|
6
6
11
|
16,66
16,66
66,68
|
Total
|
23
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Pada tabel 9 terlihat bahwa pada umumnya petani responden telah
cukup berpengalaman dalam mengelola usahataninya. Hal ini terlihat dari jumlah
responden yang mempunyai pengalaman berusahatani lebih dari 15 tahun dengan
jumlah 11 orang
atau 66,68%.
3.2.4
Tanggungan
Keluarga Responden
Jumlah tanggungan keluarga petani responden akan menjadi pendorong bagi
petani untuk lebih dinamis dan kreatif dalam bekerja guna meningkatkan
pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Jumlah tanggungan
keluarga juga cenderung mempengaruhi beban hidup responden, semakin banyak
jumlah tanggungan keluarga semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan.
Untuk mengetahui jumlah tanggungan keluarga responden dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Jumlah
Tanggungan Keluarga Petani Responden di Desa Mario Kecamatan
Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
No.
|
Jumlah Tanggungan Keluarga
(Orang)
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
4
|
1 – 3
4 – 5
6 – 7
8 – 9
|
11
9
2
1
|
47,83
39,13
8,69
4,35
|
Total
|
23
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Pada tabel 10 di atas terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga 4
– 5 orang memiliki
jumlah responden yang paling banyak yaitu 11 responden atau 47,83%. Sedangkan jumlah tanggungan keluarga 8 – 9 orang hanya 1 orang petani
atau 4,35% kemudian tanggungan keluarga antara 6 – 7 orang berjumlah 2 orang
orang atau 8,69. Jumlah tanggungan keluarga yang maksimum adalah 8 orang,
minimum 1 orang dan rata-rata banyaknya tanggungan keluarga dari petani adalah
3 orang.
3.2.5
Luas Lahan
Usaha Tani
Luas lahan yang dikelola petani responden akan mempengaruhi pemilihan
cabang usahatani dan juga mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usahatani
serta tingkat produksinya. Luas lahan petani responden juga sangat mempengaruhi
produktifitas dan pendapatan petani. Pada usahatani yang relatif kecil, petani
akan sulit mengembangkan kegiatan usahataninya karena keterbatasan lahan yang
dimiliki. Luas lahan yang dimiliki petani responden dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Luas Lahan Milik Petani
Responden di Desa Mario Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
No.
|
Luas Lahan
(Ha)
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
3
|
< 0,50
0,50 – 1,00
> 1,00
|
1
16
6
|
4,35
69,56
26,09
|
Total
|
23
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel
diatas terlihat bahwa, luas lahan 0,5 – 1,0 Ha paling banyak dimiliki oleh
petani responden yaitu berjumlah 16 orang atau 69,56%, luas lahan kurang dari
0,5 Ha yang dimiliki oleh petani responden sebanyak 1 orang atau 4,35%, ada 6
orang petani atau 26,09% yang memiliki lahan yang luasnya 1 Ha.
3.3
Analisis Biaya dan Pendapatan Usaha Tani Padi Sawah
Analisis biaya dan keuntungan yang diperhitungkan dalam penelitian ini
adalah berapa besar penerimaan, pengeluaran dan keuntungan yang diperoleh
petani responden. Biaya usahatani petani responden meliputi biaya variabel dan
biaya tetap. Biaya variabel meliputi benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja,
sedangkan biaya tetap meliputi pajak lahan, pajak air dan penyusutan alat.
Untuk melihat analisis biaya dan keuntungan rata-rata per
hektar dari petani responden di Desa Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu
dapat dilihat pada tabel 15.
Tabel
15. Analisis Biaya dan Keuntungan
Usahatani Padi Rata-rata
Per Petani di Desa Mario Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
Per Petani di Desa Mario Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu, 2011.
No.
|
Uraian
|
Jumlah
(Fisik)
|
Harga
(Rp)
|
Nilai
(Rp)
|
1.
2.
|
Produksi
Biaya Variabel :
a.
Benih
b.
Pupuk Urea
c.
Pupuk ZA
d.
Pupuk SP-36
e.
Pupuk KCl
f.
Insektisida
g.
Herbisida
h.
Tenaga Kerja
i.
Sewa Traktor
|
6.500 kg (GKP)
30kg
200 kg
100 kg
100 kg
100 kg
0,8 ltr
6 bks
55 HOK
|
1.000
2.700
1.240
1.300
1.900
2.020
48.000
6.000
20.000
|
6.500.000
82.500
248.000
130.000
190.000
202.000
38.400
36.000
1.100.000
500.000
|
Total
|
2.526.900
|
|||
3.
|
Biaya Tetap :
a.
Pajak Tanah
b.
Pajak Air
c.
Penyusutan Alat
|
|
|
45.000
25.000
112.000
|
Total
|
182.000
|
|||
4.
5.
|
Total Biaya (2 + 3)
Keuntungan (1 – 4)
|
|
|
2.708.900
3.791.100
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 15 memperlihatkan bahwa keuntungan yang diterima petani
responden rata-rata Rp 3.791.100,- dalam satu kali musim tanam. Sedangkan biaya
variabel rata-rata Rp 2.526.900,- dan biaya tetap rata-rata Rp 182.000,- dalam
satu kali musim tanam dan total biaya yang dikeluarkan rata-rata Rp 2.708.900
dalam satu kali musim tanam.
Untuk mengetahui tingkat keuntungan yang diterima
oleh petani responden dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini.
Tabel 16. Tingkat Keuntungan Usahatani Padi Petani Responden di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Pendapatan
(Rp)
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
> 3.791.100
< 3.791.100
|
23
27
|
46,00
54,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 16 di atas menunjukkan bahwa tingkat
keuntungan petani responden yang lebih besar dari Rp 3.791.100,- sebanyak 23
orang atau 46%. Sedangkan tingkat keuntungan petani responden yang kurang dari
atau sama dengan Rp 3.791.100,- sebanyak 27 orang atau 54%.
3.4 Kemampuan Kelompok
Untuk melihat kemampuan suatu kelompok, maka diperlukan kriteria-kriteria
tertentu yang mendapat penilaian berdasarkan metode skoring tentang ukuran
kemampuan kelompok (Satgas Pengendalian BIMAS Pusat, 1980). Kriteria-kriteria
itu terdiri dari : penyebaran informasi, proses perencanaan, kerjasama
melaksanakan rencana, kemampuan mengembangkan fasilitas, kemampuan pemupukan
modal, kemampuan mentaati perjanjian, kemampuan mengatasi hal-hal darurat,
kemampuan melakukan pengembangan kader, kemampuan melakukan hubungan
kelembagaan dan produktivitas usahatani. Setiap kriteria mempunyai nilai
skoring yang menjadi patokan untuk melihat kemapuan kelompok.
3.4.1 Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi meliputi sejauhmana kegiatan pengurus dalam mencari
informasi, bagaimana metode penyampaian informasi oleh pengurus kepada anggota
kelompok dan berapa banyak jumlah anggota kelompok yang mendapat informasi.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 17.
Tabel 17. Penyebaran Informasi Kelompok P3A di Desa Mario Kecamatan
Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Penyebaran Informasi
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 34,92
Rendah : < 34,92
|
29
21
|
58,00
42,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 17 menunjukkan bahwa penyebaran informasi
dengan kriteria tinggi atau lebih besar dari skor rata-rata memiliki persentase
58% dengan jumlah responden 29 orang. Sedangkan penyebaran informasi dengan
kategori rendah atau kurang atau sama dengan skor rata-rata memiliki persentase
42% dengan jumlah responden 21 orang. Dari hal tersebut menunjukkan bahwa
tingkat penyebaran informasi kelompok P3A ini sudah memadai dan dapat
meningkatkan pengetahuan anggota kelompok dalam menerima inovasi-inovasi baru.
3.4.2 Proses
Perencanaan
Proses perencanaan meliputi pembuatan rencana kerja, keterikatan terhadap
rencana kerja dan penguasaan pengurus kelompok terhadap materi rencana kerja.
Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 18.
Tabel 18. Proses Perencanaan Kelompok P3A di Desa Mario Kecamatan
Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Proses Perencanaan
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 212,9
Rendah : < 212,9
|
32
18
|
64,00
36,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 18 di atas menunjukkan bahwa proses
perencanaan dengan kategori tinggi atau lebih dari skor rata-rata memiliki
persentase dengan 64% jumlah responden 32 orang. Sedangkan proses perencanaan
dengan kategori rendah atau kurang atau sama dengan skor rata-rata memiliki
persentase 36% dengan jumlah responden 18 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa
proses perencanaan dari kelompok P3A ini sudah cukup baik dan dapat
melaksanakan segala rencana baik untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan.
3.4.3 Kerjasama Dalam Melaksanakan Rencana
Kerjasama dalam melaksanakan rencana meliputi pembagian tugas dalam
melaksanakan rencana, bidang dan keaktifan kerjasama dan pengendalian terhadap
hal-hal yang menyimpang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 19.
Tabel 19. Kerjasama Dalam Melaksanakan Rencana Kelompok P3A di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kerjasama Dalam Melaksanakan
Rencana
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 144,6
Rendah : < 144,6
|
34
16
|
68,00
32,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber : Data
Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 19 terlihat menunjukkan bahwa kerjasama dalam melaksanakan
rencana dengan kategori tinggi atau lebih dari skor rata-rata memiliki
persentase 68% dengan jumlah responden 34 orang. Sedangkan kerjasama dalam
melaksanakan rencana dengan kategori rendah atau kurang atau sama dengan skor
rata-rata memiliki persentase 32% dengan jumlah responden 16 orang. Dari hasil
tersebut menunjukkan bahwa kerjasama dalam melaksanakan rencana dari kelompok
P3A ini sudah terjalin dengan baik, dimana para anggota kelompok mampu
bekerjasama antara satu dengan yang lainnya.
3.4.4 Kemampuan Pengembangan Fasilitas
Kemampuan pengembangan fasilitas meliputi penggunaan alat (sarana) produksi
milik kelompok oleh anggota dan sistem penggunaan alat produksi tersebut. Hal
ini dapat kita lihat pada tabel 20.
Tabel 20. Kemampuan Pengembangan Fasilitas Kelompok P3A di Desa Mario
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kemampuan Pengembangan
Fasilitas
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 69,4
Rendah : < 69,4
|
34
16
|
68,00
32,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan pengembangan fasilitas
dengan kategori tinggi memiliki persentase 68% dengan jumlah responden 34
orang. Sedangkan kemampuan pengembangan fasilitas dengan kategori rendah
memiliki persentase 332% dengan jumlah responden 16 orang. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan pengembangan fasilitas dari kelompok P3A ini sudah cukup baik
dimana fasilitas kelompok sudah dimanfaatkan dengan baik oleh anggota kelompok.
3.4.5 Kemampuan Pemupukan Modal
Kemampuan pemupukan modal meliputi kegiatan penyisihan hasil kekayaan yang
dipunyai kelompok. Taksiran kekayaan kelompok dan pemanfaatan modal oleh
anggota kelompok. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 21.
Tabel 21. Kemampuan Pemupukan Modal Kelompok P3A di Desa Mario
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kemampuan Pemupukan Modal
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 34,8
Rendah : < 34,8
|
32
18
|
64,00
36,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 21 di atas menunjukkan bahwa kemampuan
pemupukan modal dengan kategori tinggi memiliki persentase 64% dengan jumlah
responden 32 orang. Sedangkan kemampuan pemupukan modal dengan kategori rendah
memiliki 36% dengan jumlah responden 18 orang. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan pemupukan modal dari kelompok P3A ini sudah baik, dimana kelompok
sudah mamapu memenuhi kebutuhan modalnya.
3.4.6 Kemampuan Dalam Mentaati
Perjanjian
Kemampuan dalam mentaati perjanjian meliputi ketaatan anggota terhadap
jadwal yang telah ditetapkan kelompok ketaatan anggota dengan pihak lain dalam
pengembalian kredit dan ketaatan kelompok tani dengan pihak lain dalam bidang
sarana dan bidang lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 22.
Tabel 22. Kemampuan Dalam Mentaati Perjanjian Kelompok P3A di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kemampuan Dalam Mentaati
Perjanjian
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 80
Rendah : < 80
|
13
37
|
26,00
74,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber
: Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 22 di atas menunjukkan bahwa kemampuan
dalam mentaati perjanjian dengan kategori tinggi memiliki persentase 26% dengan
jumlah responden 13 orang. Sedangkan kemampuan dalam mentaati perjanjian dengan
kategori rendah memiliki persentase 74% dengan jumlah responden 37 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan mentaati perjanjian dari kelompok P3A ini masih
rendah yang mungkin disebabkan karena para anggota kelompok belum mampu
mentaati segala perjanjian.
3.4.7 Kemampuan Dalam Mengatasi Hal-hal Darurat
Kemampuan dalam mengatasi hal-hal darurat meliputi usaha-usaha yang
dilakukan dalam mengatasi hal-hal darurat, pengerahan dana untuk mengatasi
hal-hal darurat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 23.
Tabel 23. Kemampuan Dalam Mengatasi Hal-hal Darurat Kelompok P3A di
Desa Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kemampuan Dalam Mengatasi
Hal-hal Darurat
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 39,4
Rendah : < 39,4
|
41
9
|
82,00
18,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 23 di atas menunjukkan bahwa kemampuan dalam mengatasi hal-hal
darurat dengan kategori tinggi memiliki persentase 82% dengan jumlah responden
41 orang. Sedangkan kemampuan dalam mengatasi hal-hal darurat dengan kategori
rendah memiliki kategori rendah memiliki persentase 18% dengan jumlah responden
9 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan dalam mengatasi hal-hal darurat
kelompok P3A ini telah berjalan dengan baik karena adanya rasa kerjasama antara
para anggota kelompok.
3.4.8 Kemampuan Pengembangan
Kader
Kemampuan dalam pengembangan kader meliputi pembentukan kader, jenis latihan
/ kursus yang diberikan kepada kelompok dan jumlah peserta anggota kelompok
yang ikut latihan atau kursus. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
24.
Tabel 24. Kemampuan Pengembangan Kader Kelompok P3A di Desa Mario
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No |
Kemampuan Pengembangan Kader
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 30,18
Rendah : < 30,18
|
14
36
|
28,00
72,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dai tabel 24 di atas menunjukkan bahwa kemampuan pengembangan
kader dengan kategori tinggi memiliki persentase 28% dengan jumlah responden 14
orang. Sedangkan kemampuan pengembangan kader dengan kategori rendah memiliki
persentase 72% dengan jumlah responden 36 orang. Dari penjelasan itu maka dapat
disimpulkan bahwa kemampuan pengembangan kader dari kelompok P3A ini masih
rendah, hal ini disebabkan karena kurang aktifnya pengurus kelompok dalam
pembentukan kader-kader baru dan keengganan anggota kelompok untuk mengikuti
latihan atau kursus yang diberikan.
3.4.9 Hubungan Melembaga Dengan
KUD
Hubungan melembaga dengan KUD meliputi pemanfaatan fasilitas KUD oleh
kelompok, keikutsertaan pengurus kelompok dalam KUD, jumlah anggota kelompok
yang telah menjadi anggota KUD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel
25.
Tabel 25. Kemampuan Hubungan Melembaga Dengan KUD Kelompok P3A di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Kemampuan Melembaga Dengan KUD
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 26,1
Rendah : < 26,1
|
18
32
|
36,00
64,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 25 di atas menunjukkan bahwa kemampuan
hubungan melembaga dengan KUD yang masuk kategori tinggi memiliki persentase
36% dengan jumlah responden 18 orang. Sedangkan kemampuan hubungan melembaga
dengan KUD yang masuk kategori rendah memiliki persentase 64% dengan jumlah
responden 32 orang. Dari hal itu dapat disimpulkan bahwa kemampuan hubungan
melembaga dengan KUD dari kelompok P3A ini masih rendah, ini disebabkan karena
para anggota kelompok belum mampu menjalin kerjasama dengan KUD, dimana para
anggota kelompok lebih menyukai berhubungan dengan para pedagang yang biasanya
membeli dengan harga yang tinggi.
3.4.10 Tingkat Produktifitas Usahatani
Tingkat produktifitas usahatani meliputi rata-rata hasil yang dicapai oleh
anggota kelompok. Hal ini dapat dilihat pada tabel 26.
Tabel 26. Tingkat Produktifitas Usahatani
Kelompok P3A di Desa Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Tingkat Produktifitas Usahatani
|
Jumlah
(orang)
|
Persentase
(%)
|
1
2
|
Tinggi : > 20
Rendah : < 20
|
30
20
|
60,00
40,00
|
Total
|
50
|
100,00
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel 26 di atas menunjukkan bahwa tingkat
produktifitas usahatani dengan kategori tinggi memiliki persentase 60% dengan jumlah
responden 30 orang. Sedangkan tingkat produktifitas usahatani dengan kategori
rendah memiliki persentase 40% dengan jumlah responden 20 orang. Dari
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat produktifitas usahatani
kelompok P3A ini sudah cukup baik dan dengan sendirinya dapat meningkatkan
kesejahteraan para petani.
Untuk melihat lebih jelasnya kemampuan kelompok dari kelompok P3A di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu ini dapat dilihat pada tabel 27.
Tabel
27. Kemampuan Kelompok Dari
Kelompok P3A di Desa Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu, 2011.
No
|
Uraian
|
Nilai Skor
|
Nilai Sebenarnya
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Penyebaran informasi
Proses perencanaan
Kerjasama dalam melaksanakan rencana
Kemampuan pengembangan fasilitas
Kemampuan pemupukan modal
Kemampuan dalam mentaati perjanjian
Kemampuan mengatasi hal-hal darurat
Kemampuan dalam pengembangan kader
Kemampuan melembaga dengan KUD
Produktifitas usahatani
|
34,92
212,9
144,6
69,4
34,8
80
39,4
30,18
26,1
20
|
50
200
200
100
50
100
50
50
100
100
|
Total
|
692,3
|
1000
|
Sumber :
Data Primer Setelah Diolah, 2011.
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan kelompok P3A di Desa Mario
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu masih rendah, hal ini terlihat dari total
skoring yang didapat berjumlah 692,3 yang berarti kurang dari total skor yang
menjadi patokan untuk mengukur kemampuan suatu kelompok yaitu 1000.
3.5 Hambatan-hambatan
Kelompok P3A
Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh kelompok P3A di Desa Mario Kecamatan
Ponrang, Kabupaten Luwu adalah :
3.5.1
Kurangnya dukungan dari aparat
pemerintah setempat
Dalam melaksanakan kegiatannya, pengurus kelompok
P3A jarang berkonsultasi dengan kepala desa ataupun dengan lembaga-lembaga
lainnya didesa seperti LKMD, sehingga kurangnya dukungan kepada kelompok P3A
ini karena pengurus kelompok melaksanakan kegiatannya tanpa melibatkan
lembaga-lembaga desa lainnya.
3.5.2
Pengalaman berorganisasi yang masih kurang
Dengan pengalaman berorganisasi yang masih kurang mengakibatkan para
pengurus kelompok P3A masih menemukan berbagai hambatan-hambatan dalam
menjalankan organisasi P3A ini. Salah satunya adalah jarang berkonsultasi
dengan kepala desa dan lembaga-lembaga lainnya, sedangkan hubungan kerja dengan
kepala desa dan lembaga-lembaga lainnya sangat diperlukan oleh suatu kelompok
tani. Hal ini menandakan bahwa pengurus kelompok P3A ini belum berpengalaman
dalam berorganisasi.
3.5.3 Kurangnya
kemampuan dalam mentaati perjanjian
Kurangnya kemampuan anggota kelompok dalam mentaati perjanjian disebabkan
karena anggota kelompok belum mampu melaksanakan segala perjanjian yang
berhubungan dengan kelompok, misalnya dalam mentaati jadwal kegiatan yang telah
ditetapkan kelompok kendalanya adalah masalah waktu, dimana para anggota
kelompok tidak memiliki banyak waktu untuk hal-hal diluar kegiatan
usahataninya.
3.5.4
Kurangnya kemampuan dalam pengembangan
kader
Kurangnya kemampuan kelompok dalam pengemabangan kader disebabkan oleh
kurang aktifnya pengurus kelompok dalam pembentukan kader-kader baru dan
keengganan anggota kelompok untuk mengikuti latihan atau kursus yang diberikan.
3.5.5 Kurangnya kemampuan dalam melakukan
hubungan kelembagaan dengan KUD.
3.5.6
Anggota kelompok belum mampu melakukan
hubungan kelembagaan dengan KUD, disebabkan karena para anggota kelompok serta
pengurus kelompok belum mampu menjalin kerjasama yang baik dengan KUD, misalnya
dalam hal menjadi anggota KUD, anggota kelompok enggan menjadi anggota KUD
karena masalah administrasi yang rumit sehingga membutuhkan waktu yang relatif
lama.
I.V KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 kesimpulan
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pembahasan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
4.1.1
Kemampuan kelompok P3A di Desa Mario
Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu masih rendah. Hal ini terlihat dari hasil
total skor yang didapat yaitu 692,3 yang lebih kecil dari total skor yang
menjadi patokan yaitu 1000.
4.1.2
Hambatan-hambatan kelompok P3A di Desa
Mario Kecamatan Ponrang, Kabupaten Luwu adalah pengalaman berorganisasi yang
masih kurang, kurangnya kemampuan dalam mentaati perjanjian, kurangnya
kemampuan dalam pengembangan kader dan kurangnya kemampuan dalam melakukan
hubungan kelembagaan dengan KUD.
4.2
Saran
B. Saran- saran
Agar kelompok tani di daerah pedesaan dapat
meningkatkan kemampuannya sebagai suatu kelompok, maka :
4.1.1
Diharapkan dukungan dari aparat
pemerintah setempat agar lebih memudahkan kelompok tani tersebut dalam
menjalankan kegiatannya.
4.1.2
Diadakan penyuluhan tentang tata cara
berorganisasi kepada petani agar petani mampu menjalankan kelompok tani dengan
baik.