Tuesday, November 29, 2011

Planet 55 Cancri e,Planet Super Bumi Panas

Ketika manusia berbicara tentang alam semesta dan apa yang diketahuinya, maka ia akan terkagum-kagum bahwa ia hanya mengetahui sebagian kecil dari alam itu sendiri. Itulah yang juga terjadi dalam dunia extrasolar planet.
Planet yang dikira sudah diketahui ternyata berbeda dari apa yang diperkirakan semula. Tapi itulah ilmu pengetahuan. Data yang baru akan terus merevisi atau memperkuat data sebelumnya.

55 Cancri e
lustrasi perbandingan transit 55 Cancri e pada bintang 55 Cancri A dan transit Bumi dan Jupiter pada Matahari. kredit:Jason Rowe, NASA Ames dan SETI Institute dan Prof. Jaymie Matthews, UBC

Dalam penelitian ini, tinjauan ulang dilakukan terhadap data 55 Cancri e. Exoplanet 55 Cancri e ditemukan pada tahun 2004 oleh tim pengamat dari Texas dan dikalkulasikan mengorbit bintang induknya setiap 2,8 hari.  Rebekah Dawson seorang mahasiswa pasca sarjana dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics dan Daniel Fabrycky dari University of California, Santa Cruz kemudian melakukan analisa ulang dari data yang ada dan menemukan kalau 55 Cancri e sebenarnya jauh lebih dekat dengan bintang induknya dan mengorbit sang bintang kurang dari 18 jam. Artinya, kesempatan untuk bisa mengamati terjadinya transit jauh lebih tinggi.

Data baru inilah yang kemudian mendorong tim astronom internasional untuk melakukan pengamatan pada 55 Cancri e untuk bisa mengamati transit planet tersebut pada bintang induknya.  Transit seperti ini sangat penting untuk memberikan informasi mengenai ukuran dan orbit planet.  Tim yang terditi dari Josh Winn dari MIT, Matthew Holman dari Smithsonian, Jaymie Matthews dari University of British Columbia kemudian melakukan pengamatan dengan menggunakan satelit MOST (Microvariability & Oscillations of STars) milik Canada.

Hasilnya exoplanet 55 Cancri e tersebut mengitari bintang induknya setiap 17 jam 41 menit seperti prediksi Dawson and Fabrycky.  Ketika terjadi transit, cahaya bintang induknya meredup sekitar 1/50 dari 1% sehingga pengamat bisa mengetahui kalau diameter planet tersebut 21000 km atau hanya 60% lebih besar dari Bumi dan 8 kali lebih masif (planet super Bumi sendiri memiliki massa 1 -10 kali massa Bumi). Dari hasil tersebut disimpulkan kalau 55 Cancri e merupakan planet padat yang paling rapat saat ini.

Tak hanya itu, bintang induknya, 55 Cancri A berada pada jarak 40 tahun cahaya dari Bumi dan  terang sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang di konstelasi Cancer. Hal ini tak pelak menjadikan sistem 55 Cancri dan planet 55 Cancri e menjadi target yang sempurna untuk dipelajari lebih lanjut.

Josh Winn dan kawan-kawan juga bisa menghitung temperatur permukaan planet tersebut yakni mencapai 2700 ºC, dan dikarenakan pemanasan dari dalam tampaknya 55 Cancri e tidak memiliki atmosfer. Jadi kesimpulan lain yang bisa diambil adalah, 55 Cancri e tidak cocok untuk kehidupan exobiologi.  Di dunia yang padat dan sangat rapat seperti 55 Cancri e, berat kita 3 kali lebih berat dibanding saat di Bumi. Tak hanya itu Matahari akan tampak 60 kali lebih besar dan bersinar 3600 kali lebih terang di langit.

Data dari Spitzer

Kajian yang dilakukan pada exoplanet 55 Cancri e masih terus berlanjut. Dari hasil yang diperoleh MOST,  tim astronom lain  yang dipimpin Sara Seager juga melakukan pengamatan  transit dengan menggunakan teleskop Spitzer. Hasilnya menunjukan kalau 55 Cancri memang lebih besar dibanding yang diperkirakan sebelumnya namun tidaklah serapat yang diprediksi dari hasil MOST. Sara dan timnya menemukan kalau 55 Cancri e hanya 1/3 kali lebih besar dari yang diprediksi MOST.  Mengapa ada perbedaan ?

Sara dan timnya melakukan pengamatan dengan Spitzer yang bekerja pada panjang gelombang inframerah sedangkan tim yang menggunakan MOST mengamati si planet pada panjang gelombang tampak. Salah satunya adalah perbedaan pada perhitungan ukuran planet. Menurut Seager, data yang didapat dari mata inframerah Spitzer bisa jadi mengikutsertakan atmosfer dalam radius planet.  Ada kemungkinan tim ini mengukur tepo atmosfer yang tebal seperti yang ada di Uranus dan Neptunus atau di exosfer – atmosfer yang renggang – seperti di Merkurius..

Yang pasti, penyebab perbedaan tersebut belum bisa diketahui dengan pasti. Akan tetapi di sisi lain, Sara dkk sepakat dengan Matthew Holman dkk kalau exoplanet 55 Cancri e ini merupakan exoplanet kelas atau jenis yang baru yakni planet Super Bumi Panas yang berada sangat dekat dengan bintang induknya.

Sistem 55 Cancri e

Sistem extrasolar 55 Cancri diketahui memiliki 5 buah planet. Exoplanet pertama yang diberi kode b ditemukan oleh tim dari California di tahun 1997. Setelah itu, dalam 5 tahun berikutnya, 2 planet lainnya kembali ditemukan (c dan d) oleh tim yang sama. di tahun 2004, barulah tim dari Texas menemukan planet ke-4 yakni 55 Cancri e yang menjadi topik pembahasan dan planet ke-5 ditemukan tahun 2008.

Kelima planet tersebut dideteksi dengan menggunakan metode Pergeseran Doppler yang meneliti terjadinya goyangan pada bintang sebagai akibat dari interaksi gravitasi dari planet yang tak terlihat. Perubahan karena goyangan inilah yang diukur dari pergeseran panjang gelombang pada spektrum cahaya bintang.

Sumber : CfA & UBC

Thursday, November 17, 2011

Kilatan Cahaya Dari Masa LaLu

Ada satu hal yang bisa dilakukan oleh astronom dan tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Astronom bisa melihat ke masa lalu ketika alam semesta masih muda. Tapi tidak seperti di film-film dimana seseorang harus memiliki mesin waktu untuk menjelajah waktu. Para astronom tidak membutuhkan mesin waktu. Yang dibutuhkan hanya teleskop canggih yang bisa melihat benda yang sangat jauh di alam semesta.

Mengapa demikian? Ketika kita melihat benda di angkasa, kita sedang melihat ke masa lalu!.

Cahaya bergerak lebih cepat dari apapun di alam semesta. Meskipun demikian cahaya tetap butuh waktu untuk bergerak melintasi angkasa. Sebagai contoh, cahaya dari Matahari membutuhkan waktu 8 menit untuk bergerak dari Matahari ke Bumi.
Bagaimanapun Matahari berada cukup dekat dengan Bumi. Tapi untuk benda yang jauh di kosmos seperti bintang atau galaksi maka cahaya dari benda-benda tersebut membutuhkan waktu jutaan bahkan milyaran tahun untuk sampai ke Bumi. Jadi ketika kita melihat benda tersebut, sama seperti kita sedang melihat benda itu jutaan atau milyaran tahun lalu!

Ilustrasi quasar, benda langit yang sangat jauh dari masa lalu. Kredit ESO
Astronom mencari benda jauh di kosmos karena benda-benda (bintang, galaksi) itu bisa memberi informasi bagaimana sebenarnya alam semesta ketika masih muda. Cotohnya Quasar, galaksi spesial yang berada sangat jauh yang ketika kita melihatnya maka kita sedang melihat alam semesta ketika masih bayi. Quasar juga sangat terang laksana 100 galaksi normal digabung jadi satu. Karena kecerlangan quasar itulah maka para astronom bisa melihat galaksi jauh dengan teleskop. Tapi karena lokasinya sangat jauh, astronom hanya bisa melihat galaksi jauh tersebut sebagai sebuah titik cahaya dalam foto.

Saat ini, para astronom telah berhasil menemukan quasar yang paling jauh dibanding yang sudah pernah ditemukan. Cahaya quasar ini datang dari waktu 13 milyar tahun lalu.  Para astronom melakukan pencarian dengan seksama untuk bisa menemukan galaksi paling jauh tersebut. Dan semua usaha tidak sia-sia karena mereka berhasil menyingkap sebagian misteri dari alam semesta dini (alam semesta ketika masih bayi).

Nb:Tahukah kamu?
Ketika kamu meihat ke angkasa, bisa saja kamu sedang melihat bintang yang sebenarnya sudah tidak ada! Kita bisa melihat bintang itu karena kita baru saja menerima cahaya yang berkelana dari bintang tersebut di masa lalu dan baru tiba sekarang.

Thursday, November 10, 2011

Galaksi Jauh Dari Alam Semesta Dini

Perjalanan manusia untuk mencari galaksi-galaksi tua untuk mnelusuri kembali pembentukkannya masih terus berlanjut. Setelah masyarakat dikejutkan dengan penemuan galaksi yang berada pada jarak 13,2 milyar tahun dengan pergeseran merah 10,3.



Para peneliti tak berhenti sampai disitu, pencarian masih terus berlanjut untuk mengungkap sejarah alam semesta. Dengan menggunakan kemampuan untuk memperbesar dari lensa kosmik gravitasi, para astronom berhasil menemukan sebuah galaksi jauh yang diperkirakan lahir pada masa awal sejarah kosmik. Hasil ini memberi cahaya baru bagi pembentukan galaksi pertama sekaligus juga membawa manusia untuk mengkaji kembali evolusi dini alam semesta.

Penemuan Galaksi Baru

Dalam penelitian yang dilakukan Johan Richard (CRAL, Observatoire de Lyon, Université Lyon 1, France and Dark Cosmology Centre, Niels Bohr Institute, University of Copenhagen, Denmark) dan timnya, mereka berhasil menemukan galaksi jauh yang mulai terbentuk sekitar 200 juta tahun setelah terjadinya Big Bang atau Dentuman Besar.

Galaksi jauh yang ditemukan di masa awal alam semesta. kredit : NASA, ESA
Penemuan ini menjadi tantangan baru bagi teori yang ada terutama mengenai kapan galaksi terbentuk dan berevolusi di tahun-tahun awal pembentukan alam semesta. Bukti baru yang ada juga bisa digunakan untuk mengungkap misteri bagaimana kabut hidrogen yang mengisi alam semesta dini bisa dibersihkan.

Tim yang dipimpin Richard melihat galaksi yang mereka temukan saat melakukan pengamatan dengan menggunakan NASA/ESA Hubble Space Telescope dan kemudian dikonfirmasi ulang menggunakan Spitzer Space Telescope. Pengukuran jarak kemudian dilakukan menggunakan W. M Keck Observatory di Hawaii.

Pengamatan Galaksi

Galaksi jauh yang ditemukan tersebut tampak melalui gugus galaksi Abell 383, yang kekuatan gravitasinya mampu membelokkan cahaya dan berfungsi sebagai kaca pembesar. Kesempatan terjadinya kesejajaran antara galaksi, gugus galaksi dan Bumi memperkuat cahaya yang diterima dari galaksi jauh sehingga para astronom dapat melakukan pengamatan yang lebih detil. Tanpa lensa gravitasi, galaksi yang dituju terlalu redup untuk bisa diamati meskipun dengan teleskop tercanggih yang ada saat ini.

Setelah berhasil mengenali galaksi yang dicari dalam citra yang dihasilkan Hubble dan Spitzer, dilakukan pengamatan spektroskopik dengan teleskop Keck-II di Hawaii. Spektroskopi merupakan teknik untuk memecah cahaya ke dalam komponen warnanya. Setelah itu dilakukan analisa spektrum sehingga bisa dilakukan pengukuran pergeseran merah dan mendapatkan informasi terkait komponen bintangnya.

Implikasi Penemuan Galaksi

Hasil pengukuran yang dilakukan Johan Richard dan tim menunjukkan kalau galaksi tersebut memiliki pergeseran merah 6.027 yang artinya, pengamat melihat galaksi tersebut saat ia ada pada kondisi alam semesta berusia 950 juta tahun.  Hasil ini tidak lantas menjadikan galaksi baru tersebut sebagai galaksi paling jauh atau paling tua karena ada galaksi lainnya yang memiliki pergeseran merah lebih dari 8 dan ada yang pergeseran merahnya 10 atau sudah ada 400 juta tahun sebelum si galaksi yang ditemukan Richard dkk.

Tapi setiap penemuan tentu punya keunikan tersendiri. Galaksi baru ini ternyata memiliki fitur yang sangat berbeda dibanding galaksi jauh lainnya yang pernah diamati, yang umumnya terang dan terdiri dari bintang-bintang muda.

Menurut Eiichi Egami, salah satu peneliti Galaksi baru tersebut, ada dua hal yang mereka lihat saat melakukan analisa spektrum. Pergeseran merah dari galaksi tersebut menunjukkan kalau ia berasal dari masa awal sejarah kosmik. Tapi ada hal menarik lainnya. Deteksi yang dilakukan oleh Spitzer dengan mata inframerahnya mengindikasikan galaksi tersebut sudah berusia lebih tua lagi dan ia diisi oleh bintang redup.  Diperkirakan galaksi tersebut disusun oleh bintang-bintang yang usianya sudah mendekati 750 juta tahun.

Artinya, epoh pembentukannya pun mundur ke era sekitar 200 juta tahun setelah Dentuman Besar. Atau dengan kata lain, galaksi ini sudah berusia sangat tua dan bisa disimpulkan juga kalau galaksi pertama yang terbentuk di masa awal alam semesta ternyata memang lebih dini dibanding perkiraan para ilmuwan.

Penemuan galaksi ini jelas memberi implikasi pada teori pembentukan galaksi mula-mula sekaligus memberi informasi bagaimana alam semesta menjadi transparan bagi cahaya ultraungu di masa satu milyar tahun pertama setelah Dentuman Besar.

Di masa awal kosmos, terdapat kabut gas hidrogen netral yang menghalangi cahaya ultraungu di alam semesta. Untuk bisa membuat alam semesta jadi transparan dan bersih dari kabut tersebut, sebagian sumber radiasi harus mngionisasi gas yang tersebar tersebut, membersihkan kabut yang menghalangi dan menjadikan alam semesta transparan bagi sinar ultraungu. Proses inilah yang dikenal sebagai proses reionisasi.

Para astronom meyakini kalau radiasi yang memberi tenaga untuk terjadinya reionisasi tersebut haruslah datang dari galaksi-galaksi. Akan tetapi diyakini tidak ada satu pun galaksi yang ditemukan yang dapat memberi radiasi yang diperlukan. Nah, penemuan galaksi baru ini diyakini dapat menyelesaikan teka-teki tersebut.

Tampaknya, galaksi yang baru ditemukan ini bukanlah satu-satunya. Diyakini masih ada lebih banyak galaksi-galaksi lain di masa alam semesta dini melebihi dugaan sebelumnya. Dan diyakini juga galaksi-galaksi tersebut sudah tua dan redup, sperti yang baru saja ditemukan. Jika analisa mengenai keberadaan galaksi-galaksi tua dan redup di alam semesta dini memang benar adanya maka mereka inilah yang akan menjadi jawaban yang menyediakan radiasi yang dibutuhkan untuk membuat alam semesta menjadi transparan bagi sinar ultraungu.

Untuk saat ini, para peneliti hanya dapat menemukan galaksi – galaksi melalui pengamatan menggunakan gugus masif yang bertindak sebagai teleskop kosmik. Di masa yang akan datang James Webb Space Telescope milik NASA/ESA/CSA akan diluncurkan dan akan bekerja pada pengamatan resolusi tinggi untuk mencari obyek yang memiliki pergeseran merah tinggi. Pada masa inilah, JWST akan menjadi mata yang bisa mengungkap semua misteri di masa alam semesta dini.

Tuesday, November 8, 2011

7 Misteri Planet Mars (Apakah Ada Kehidupan Di Mars)

Berikut ini adalah 7 misteri yang menyelimuti planet Mars (dikutip langsung dari kompas.com) :


 1. Mengapa Mars memiliki dua wajah berbeda?

Para peneliti sejak lama bertanya-tanya mengapa dua sisi planet mars memiliki perbedaan yang mencolok? Belahan utara Mars bisa dikatakan datar dan berupa dataran rendah, bahkan termasuk salah satu permukaan paling datar, paling halus di tata surya. Kondisi itu barangkali terbentuk oleh air yang diduga pernah mengalir di permukaan planet merah.

Sementara itu, kebalikannya, belahan selatan Mars memiliki permukaan yang terjal, berkawah dan sekitar 4 km hingga 8 km lebih tinggi dibanding belahan utara. Bukti-bukti terkini memunculkan perkiraan bahwa perbedaan antara sisi utara dan selatan Mars itu diakibatkan oleh batu raksasa dari ruang angkasa yang menghantam Mars pada masa lalu.
Kawah Rabe di mars berwarna biru
 2. Dari mana asal gas methana di Mars?
Methana --molekul organik paling sederhana-- pertama kali ditemukan di atmosfer Mars oleh wahana Mars Express milik Badan Antariksa Eropa pada tahun 2003. Di Bumi, sebagian besar gas methana di atmosfer dihasilkan oleh makhluk hidup. Gas methana diduga sudah ada di atmosfer Mars sejak 300 tahun lalu, artinya apapun sumbernya, keberadaan gas tersebut belum lama.

Meski begitu, gas methana bisa juga muncul di luar kehidupan, seperti misalnya dari aktivitas vulkanik. Wahana ExoMars milik ESA yang akan diluncurkan tahun 2016 bakal meneliti komposisi kimia atmosfer Mars dan mempelajari keberadaan methana di sana.

3. Di manakah lautan Mars?
Banyak misi ke Mars menemukan bukti-bukti bahwa planet tersebut pernah memiliki kondisi cukup hangat sehingga air tidak membeku dan bisa mengalir di permukaannya. Bukti-bukti itu antara lain berupa wilayah yang seperti bekas lautan, jaringan-jaringan lembah, delta-delta sungai dan sisa-sisa mineral yang seolah terbentuk oleh air.

Meski begitu, pemodelan iklim Mars belum bisa menjelaskan bagaimana temperatur hangat itu bisa terjadi, mengingat cahaya Matahari jauh lebih lemah dahulu. Ada dugaan, bentuk-bentuk di atas terbentuk bukan oleh air, melainkan oleh angin atau mekanisme lain. Namun masih tetap ada bukti bahwa Mars pernah cukup hangat untuk mendukung keberadaan air dalam bentuk cair, setidaknya di satu tempat di permukaannya.

4. Apakah ada air mengalir di permukaan Mars saat ini?
Meski sebagian besar bukti menunjukkan bahwa air pernah mengalir di permukaan Mars, tapi masih menjadi teka-teki apakah masih ada air yang mengalir di permukaan planet tersebut saat ini. Tekanan atmosfer Mars terlalu rendah, sekitar 1/100 tekanan di Bumi, sehingga air sulit berada di permukaannya. Namun ada jalur gelap dan sempit di lereng-lereng Mars yang memunculkan dugaan ada air yang mengalir tiap musim semi.

5. Apakah ada kehidupan di Mars?
Wahana pertama yang berhasil mendarat di Mars, Viking 1 milik NASA, memunculkan teka-teki yang masih misterius saat ini: Adakah bukti kehidupan di Mars? Viking adalah wahana yang secara khusus ditugaskan untuk mencari kehidupan di Mars, dan apa yang ditemukan masih menjadi perdebatan hingga hari ini. Wahana itu teleh menemukan adanya molekul organik seperti methyl chloride dan dichloromethane. Walau demikian, senyawa-senyawa itu bisa jadi merupakan kontaminasi dari Bumi yang terbawa saat wahana bersiap meluncur di Bumi.
Permukaan Mars sendiri sangat tidak bersahabat bagi makhluk hidup dalam hal suhu yang sangat rendah, radiasi, kondisi kering, dan faktor-faktor lain. Walau begitu, ada makhluk-makhluk hidup yang bisa bertahan di lingkungan ekstrem di Bumi, seperti di Lembah Kering Antartika yang dingin dan kering, atau wilayah amat kering di Gurun Atacama di Chile.

Secara teori, selalu ada kehidupan dimana ada air dalam bentuk cair di Bumi. Dan kemungkinan pernah adanya lautan di Mars memunculkan pertanyaan apakah pernah ada kehidupan di sana, dan bila ada, apakah sampai saat ini makhluk-makhluk hidup itu tetap eksis? Jawaban atas pertanyaan itu mungkin membantu memberikan sedikit pencerahan terhadap pertanyaan seberapa umumkah kehidupan di jagad raya.

6. Apakah kehidupan di Bumi berawal dari Mars?
Meteorit yang ditemukan di Antartika dan berasal dari Mars -- terlempar dari planet merah akibat tabrakan kosmis -- memiliki struktur serupa dengan batuan yang dihasilkan mikroba di Bumi. Meski penelitian lebih jauh menunjukkan bahwa struktur itu terbentuk karena proses kimia dan bukan biologi, perdebatan mengenai Mars sebagai asal-usul kehidupan di Bumi masih berlanjut. Beberapa orang masih memegang teori bahwa kehidupan di Bumi berasal dari Mars, dan terbawa ke Bumi bersama meteorit.

7. Bisakah manusia hidup di Mars?
Untuk menjawab apakah kehidupan pernah ada atau masih ada di Mars, barangkali manusia perlu pergi ke sana dan mencarinya sendiri. Pada tahun 1969, NASA pernah merencanakan misi berawak ke Mars pada tahun 1981 dan membangun stasiun permanen di sana tahun 1988. Namun perjalanan antar planet itu ternyata menghadapi tantangan ilmiah dan teknologi yang tidak kecil.

Para ilmuwan harus mengatasi berbagai masalah perjalanan antar planet, seperti makanan, air, oksigen, efek gravitasi mikro, kemungkinan radiasi yang berbahaya, dan kenyataan bahwa astronot yang pergi ke sana akan berada jutaan kilometer dari Bumi sehingga tidak mudah untuk mendapat bantuan bila terjadi sesuatu. Selain itu, mendarat, bekerja, dan hidup di planet lain lalu kembali ke Bumi bukan perkara mudah.

Meski begitu, banyak peneliti yang ingin melakukan misi itu. Tahun ini, enam sukarelawan hidup terisolasi seolah sedang berada dalam wahana ruang angkasa selama 520 hari dalam proyek yang disebut Mars500. Simulasi penerbangan ruang angkasa terlama ini bertujuan untuk meniru perjalanan ke Mars.

Banyak sukarelawan bahkan bersedia diterbangkan ke Mars meski kemungkinan tidak bisa kembali. Berbagai rencana juga dibuat, misalnya dengan mengirimkan mikroba pemakan batu terlebih dahulu, sebelum manusia didatangkan. Teka-teki mengenai apakah manusia akan pernah menjejakkan kaki ke Mars memang masih tergantung ada alasan mengapa kita harus mencoba menjelajahi planet merah itu. 

Saturday, November 5, 2011

Komet

Komet adalah benda angkasa yang mirip asteroid, tetapi hampir seluruhnya terbentuk dari gas (karbon dioksida, metana, air) dan debu yang membeku. Komet memiliki orbit atau lintasan yang berbentuk elips, lebih lonjong dan panjang daripada orbit planet. Komet yang cerah pastinya menarik perhatian ramai.

Komet Hale-Bopp

Ciri Fisik
Ketika komet menghampiri bagian-dalam Tata Surya, radiasi dari matahari menyebabkan lapisan es terluarnya menguap. Arus debu dan gas yang dihasilkan membentuk suatu atmosfer yang besar tetapi sangat tipis di sekeliling komet, disebut coma. Akibat tekanan radiasi matahari dan angin matahari pada coma ini, terbentuklah ekor raksasa yang menjauhi matahari.

Coma dan ekor komet membalikkan cahaya matahari dan bisa dilihat dari bumi jika komet itu cukup dekat. Ekor komet berbeda-beda bentuk dan ukurannya. Semakin dekat komet tersebut dengan matahari, semakin panjanglah ekornya. Ada juga komet yang tidak berekor.

Ciri Orbit

orbit komet
Komet mempunyai orbit berbentuk elips. Perhatikan ia mempunyai dua ekor
Komet bergerak mengelilingi matahari berkali-kali, tetapi peredarannya memakan waktu yang lama. Komet dibedakankan menurut rentangan waktu orbitnya. Rentangan waktu pendek adalah kurang dari 200 tahun dan rentangan waktu yang panjang adalah lebih dari 200 tahun. Secara umumnya bentuk orbit komet adalah elips.

Jenis-jenis Komet

-Komet Helley

Komet Halley, secara resmi diberi nama 1P/Halley, nama umumnya diberikan menurut nama Edmond Halley, adalah suatu komet yang terlihat dari bumi setiap 75-76 tahun. Komet ini merupakan komet paling terkenal di antara komet-komet periodik lainnya. Walaupun pada setiap abad banyak komet berperiode panjang yang muncul dengan lebih terang dan dahsyat, Halley adalah satu-satunya komet dengan periode pendek yang tampak dengan mata telanjang, dan karenanya merupakan komet yang tampak dengan mata telanjang yang pasti kembali dalam rentang umur manusia. Kemunculannya sepanjang sejarah memiliki pengaruh yang besar terhadap sejarah manusia, walaupun penampakannya tidak dikenali sebagai obyek yang sama sampai abad ke-17. Komet Halley terakhir muncul di tata surya pada tahun 1986, dan akan muncul kembali pada pertengahan 2061

-Komet Encke

Komet Encke (secara resmi dinamai 2P/Encke) adalah sebuah komet periodik dengan periode 3,3 tahun, dinamai menurut Johann Franz Encke, yang melalui studi kerasnya pada orbit komet tersebut dan melalui banyak perhitungan dapat menghubungkan pengamatan terdahulu pada 1786 (2P/1786 B1), 1795 (2P/1795 V1), 1805 (2P/1805 U1) dan 1818 (2P/1818 W1) pada satu obyek yang sama. Pada 1819 ia menerbitkan kesimpulannya pada jurnal Correspondance astronomique, dan memprediksi dengan tepat kemunculan sang komet pada 1822 (2P/1822 L1).

Dari penyebutan nama resminnya, dapat diketahui bahwa Encke adalah komet periodik kedua yang ditemukan setelah Komet Halley (yang dikenal juga sebagai 1P/Halley). Tidak seperti biasanya, komet Encke dinamai berdasarkan orang yang berhasil menghitung orbitnya dan bukan yang menemukannya (Pierre Méchain).

-Komet Hyakutake

Komet Hyakutake (kode resmi: C/1996 B2) adalah sebuah komet yang ditemukan pada 30 Januari 1996 oleh seorang pengamat astronomi amatir asal Jepang, Yuji Hyakutake. Komet ini melintasi Bumi dalam jarak yang sangat dekat pada Maret tahun tersebut (paling dekat pada 25 Maret), salah satu lintasan komet yang terdekat dalam 200 tahun, sehingga tampak terang dan dapat dilihat oleh banyak orang di sepanjang dunia.
Hasil penelitian ilmiah terhadap komet ini menunjukkan adanya emisi sinar-X dari komet tersebut; pertama kalinya sebuah komet diketahui melakukan hal tersebut. Selain itu, Hyakutake adalah komet dengan ekor terpanjang yang diketahui hingga kini.
Hyakutake adalah sebuah komet periode panjang. Sebelum perjalanannya melewati tata surya, periode orbitnya mencapai sekitar 15.000 tahun, namun pengaruh gravitasi dari planet-planet raksasa (atau “raksasa gas,” yang terdiri dari Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus) telah meningkatkannya hingga 72.000 tahun.

Wednesday, November 2, 2011

Astronom Yakin Ada Laut Di Europa (Satelite Jupiter)

Europa adalah salah satu satelit planet Jupiter yang letaknya paling dekat dengan Jupiter. Satelit ini juga menyandang predikat sebagai satelit terbesar Jupiter bersama dengan satelit lain, seperti Io, Ganymede dan Collisto. Data temuan wahana antariksa Galileo yang melakukan eksplorasi tahun 1995 - 2003, dan meneliti permukaan satelit Jupiter telah membuat para astronom yakin bahwa di Europa ada laut.


europa (satelite jupiter)

Berdasarkan citra yang diambil, astronom mendapatkan struktur aneh disebut "chaos terrain". Untuk menjelaskan terbentuknya topografi itu, astronom mempelajari bagaimana topografi yang sama terbentuk di Bumi. Astronom menemukan, topografi itu mungkin dibentuk oleh panas dari dalam Europa yang melelehkan es di dekat permukaannya, menyebabkan bagian atasnya retak atau runtuh. Analisis membuktikan bahwa lapisan es di permukaan Europa adalah setebal 10 km. Sementara, di bawahnya terdapat danau air asin yang kedalamannya sekitar 3 km.

Tentu saja temuan ini membuat gembira para astronom, karena kondisi Europa telah memenuhi dua syarat penting untuk mendukung kehidupan, yakni air dan energi. Seperti diketahui, evolusi awal Bumi menunjukkan perlunya energi untuk mendukung kehidupan, salah satunya berupa petir. Selama 3,8 miliar tahun sesudahnya, Bumi juga masih tergantung pada energi Matahari.

Studi yang juga dipublikasikan di jurnal Nature ini semakin menambah wawasan tentang satelit planet-planet gas raksasa. Satelit Saturnus, Enceladus, diduga juga memiliki lautan. Meski memiliki air dan energi, Europa tak langsung bisa dihuni. Ada syarat kehidupan lain, seperti zat organik, yang belum tentu ada. Astronom akan menjadikannya target eksplorasi selanjutnya.

Sumber : kompas.com

Lengan Baru Galaksi Bima Sakti Di Temukan

Menurut penelitian para astronom selama ini, bentuk galaksi Bimasakti (galaksi tempat kita tinggal) mirip dengan spiral atau mirip seperti obat nyamuk bakar. Galaksi Bimasakti mempunyai pusat galaksi dan beberapa lengan dengan struktur memanjang keluar dari pusat galaksi. Observasi pada 2008 oleh Robert Benjamin dari University of Wisconsin menyatakan Bimasakti memiliki dua lengan utama, lengan Perseus dan lengan Scutum-Centaurus. Lengan-lengan lain disebut lengan minor, di antaranya lengan Carina-Sagitarius dan lengan Orion-Cygnus.






Saat ini Thomas Dame dan Patrick Tadeus dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics berhasil mengidentifikasi lengan baru Bimasakti yang tadinya tersembunyi. Lengan itu berada di ujung lengan Scutum-Centaurus, berjarak lebih kurang 50.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Mereka mengidentifikasi lengan baru itu dengan teleskop di Massachusets, Amerika Serikat.



Matahari, Bumi, dan Tata Surya terletak di dekat lengan utama Perseus, atau lebih tepatnya di dekat Orion Cygnus. Jarak Matahari dari pusat galaksi sekitar 25.000 tahun cahaya. Sebagaimana diketahui, ada kehidupan di Bumi yang menjadi salah satu komponen tata surya. Jika di lengan Orion Cygnus terdapat kehidupan, mungkinkah juga ada kehidupan di lengan baru Bimasakti yang ditemukan?

Virginia Trimble dari University of California yang mempelajari evolusi galaksi sayangnya menyatakan bahwa lengan baru tersebut bukan tempat yang baik untuk hidup. Seperti dikutip Dailymail, Jumat (28/10/2011), Trimble mengatakan, jika memang ada tempat yang mendukung kehidupan, mungkin tempat itu ada di dekat pusat galaksi. Menurut dia, di sanalah planet kaya logam seperti Bumi terdapat sehingga relatif bisa mendukung kehidupan. 

Sumber : Kompas.com